Chapter 9
‘Dek, cepat. Mau kena marah apa? Cepatlah, liat kelas lain
sudah pada siap’ bentak kak Steve. ya dengan begitu, kita sudah tau pilihannya,
dia profesional. Dia mementingkan tugasnya. Aku tau aku tak bisa berlindung ke
siapapun sekarang. Namun, biarlah, biarlah cukup aku saja. Aku tak ingin kak
Steven juga di beri teguran gara-gara aku.
Yah, kalau begitu kedepannya sudah bisa tertebak, dan benar.
Tak semanis kemarin, sebaliknya. Tapi tak apa. Malahan lucu bagiku berada di
situasi begini. Orang yang dulu ku kenal sangat sabar, sekarang harus terpaksa
marah.
‘Hmmp..’ terdengar sedikit suaraku menahan gelak tawa. Ya
aku tak biasa dalam kondisi begini.
‘Ngapain ketawa, ga ada yang lucu dek. Nah Ven, liat dia
ngetawain lo. Terima? Kurang ajar dia nih. Masih mau di bela-in?’ bentak kak
Rendy
‘Ga usah ketawa. Apa yang lucu?’ bentak Steve
‘Kamu..kamu yang lucu Steve. melihatmu seperti ini. Sebuah
sosok yang di buat-buat. Kau bersikap seolah galak, kenyataan malah sebaliknya,
kau tak ahli dalam soal ini. Dan melihat sikapmu menunjukkan kegalakanmu yang
di buat-buat itu, hampir membuatku tertawa’ sebenarnya aku ingin, ingin sekali
mengatakan itu. Tapi, tentu tak bisa. Kenapa? Aku tak ingin dia terlibat
masalah baru lagi.
‘T..tidak ada. Maaf kak’ ucapku dengan ekspresi wajah sok
menyesal.
‘Maaf Jen. Jangan pasang muka seperti itu. Ayo Steven, kamu
harus bisa. Ayolah, hanya Jenny’ gumamnya.
Itu sih belum seberapa. Sampai pada sore hari. Saat jam
istirahat dan jam pemeriksaan atribut MOS. And, terulang lagi. lagi-lagi salah
di bet nama. Salah warna lagi. memori warnaku sangat buruk. Berkali-kali di
beri contoh, tetap saja tak ingat. Huh,
Kak Steve menuju tempat dudukku sambil membawa contoh bet
nama miliknya. Dan menyamakan dengan yang kupakai
‘Menurut lo, bener?’
‘Kalau menurutku sih benar, kak’ jawabku santai. Melihat
ekspresi Steve yang seperti ini membuatku ingin lebih lama mengganggu-nya.
Pokoknya lucu, ekspresinya antara tega dan tak tega membentakku. Walau aku tau
dalam hatinya, pasti berat melakukan ini. Sedikit bermain dengannya bukan
masalah.
‘Nih. Liat! Sama?’
‘Hmm. Mirip kak’
‘Mirip..mirip dari mana, ini beda. Beda! Plis, mata tuh pake
ya!’
‘Kakak juga, udah tau beda, masih nanya. Menurut aku sih
bener. Au deh kenapa kakak bilang beda? Oon juga nih kakak OSIS’
‘Dek, ga usah kurang ajar. Melawan panitia pula. Mau engga
lulus’ bentak kak Farrah.
‘Ayolah Jenny, jangan buat ini menjadi tambah sulit’ ucap
kak Steve dengan nada lirih.
‘Ok. Maaf kak. Ya ini salahku’
Masalah selesai. Ternyata, kadang mengalah itu bisa membuat
keadaan lebih baik. Dan terbukti. Satu lagi kisah yang terjadi saat pulang
sekolah.
‘Jenny, mau pulang? Bareng yuk’ ajak Kevin. Tapi belum
sempat aku menjawab.
‘Kamu tak boleh pulang dengan dia. denganku saja. Kau mau
kan?’ cetus Steve
‘Bukankah aku mengajaknya duluan’ protes Kevin
‘Hey, anak kecil diam. Aku ini kakakmu. Sekarang biarkan
Jenny memilih! Pasti dia akan memilihku’
‘Ga bisa semena-mena gitu dong. Menggunakan kekuasaan untuk
menggertak orang yang lebih kecil kedudukannya. It’s not fair. Hanya pengecut
yang melakukannya. Satu lagi,tolong jangan GR. Kau fikir aku mau pulang dengan
kakak OSIS yang sudah membentak serta memarahiku dan melontarkan kata-kata
kasar di depan wajahku. Wow! Dan sekarang orang yang sama mengajakku pulang
bersama. Hebat sekali’
‘M..maaf. Mengertilah, ini hanya kewajiban dari seorang
OSIS. Tapi setelah waktu selesai, aku masih menjadi Steve-mu, Jenny. Steve yang
kau kenal dulu’
Oh my GOD. Sekarang aku berada di antara 2 laki-laki yang ku
sukai. Dan mereka memperebutkanku? Haha.. Ok.ok. Aktingku belum usai sampai
sini. Aku masih harus melanjutkannya. Jadi cewe itu harus jual mahal. Lagipula
aku belum puas mengerjai Steve. Dan tentu saja melihat tingkah lucunya.
‘Kau tak sadar apa yang kau katakan di kelas tadi kan? Kau
mempermalukanku. Sakit rasanya, sakit! Sudah kuputuskan, aku tak ingin pulang
bersamamu. Aku marah padamu!’
‘Berarti, kau mau pulang denganku?’
‘Hmm..’ ucapku yang masih ragu
‘Hey! Jenny!’ panggil Violetta yang saat itu menuju ke
arahku.
‘Hmm. Tunggu! Sepertinya aku mengenalmu. Ya, aku yakin kau
orangnya. Kau Steve. sedang apa kau disini? Belum puaskah membuat Jenny
tersiksa?’
‘Ya, Violetta. Ini Steve. Tunggu-tunggu, nampaknya kau harus
bicara lebih sopan. Atau kau mau tak lulus? Dia OSIS loh’
‘Sopan padanya? Untuk apa. Hey, kenapa kau bisa baik saja
berdiri di dekatnya, Jen? Steve. kau sudah mendengar kisah mengerikan tentang
Jenny yang selama 3 tahun menunggumu dan terus menyesali soal dirimu. Atau kau
mau mendengarkan? Aku dengan senang hati menceritakannya’
‘Sudahlah Violetta, percuma. Tak akan mengubah apa-apa. Dia
sudah tak perduli jadi..Yah. kau tau, bahkan sekarang dia membentakku. Setelah
kemarin dia bilang masih menyayangiku. Omongan seorang OSIS ternyata sulit
dipegang. Ada baiknya kita pulang sekarang, sejujurnya aku sudah malas disini’
‘Ok. Boleh! Akan membuat semua lebih baik pastinya’
‘Kevin. Maaf ya. Aku pulang bareng Violetta aja deh. Sorry
ya!’
‘Aku bisa mengantar kalian jika kalian mau’
‘Terima kasih, tapi tak usahlah. Sekali lagi terima kasih’
ucapku seraya menarik tangan Violetta dan pergi dari tempat itu.
‘Kau serius menolak Kevin? Kevin! Bukankah kau suka
dengannya?’ tanya Violetta.
‘Hey, bisakah kau mengecilkan volume suaramu? Aku tak mau
dia mendengarnya’ Tapi sayangnya Steve mendengar perkataan Violetta. Dan
memutuskan untuk bicara 4 mata dengan Kevin. Mungkin membahas tentangku?
Mungkin.
Suasana memanas, sangat memanas. Sementara aku dan Violetta
pergi dari sana. Pulang kerumah. Haah. Kalau seperti ini kondisinya serasa
menjadi seorang putri. Berada di tengah cowo-cowo baik dan perhatian denganku.
This Feeling! Can’t explain by word. Aku senang. Senang sekali. I’m so
satisfied.