Minggu, 22 Desember 2013

Cerpen Hari Ibu: Surat Terakhir buat Mama

Surat Terakhir buat Mama
‘Gaby..Gaby’ teriak mama yang baru pulang kerja
‘iya kenapa ma?’ Gaby kecil keluar dari kamar dan menghampiri mamanya
‘pinjitin nih badan aku pegal semua’
‘tapi ma, Gaby masih mau ngerjain PR’
‘PR terus yang kamu urusin, pinter juga engga. Cepetan! Jangan membantah!’
Gaby segera memijat bahu ibunya, seraya air matanya yang mulai menetes mendengar bentakan tadi
‘lain kali aku ga mau kejadian ini terulang lagi. Urusanku harus di dahulukan. Ngerti?!’
Gaby tak mampu berucap, mulutnya terkunci rapat, tangannya gemetar.
‘kencengan dikit dong. Lemah banget sih! Kapan ilang capeknya kalo gini?’
‘tapi ma, Gaby capek ma’
‘ehh, ngelawan ya. Diem! Ikutin aja! Awas kalo sekali lagi kamu ngelawan. Seminggu kamu ga dapet makan!’
Tiba-tiba saja papa sudah di depan pintu.
‘loh Gaby kok disini? Ngga belajar, sayang. Ihh baik banget mijitin mamanya’
Gaby tak lagi mampu menjawab, matanya berbinar, sembab. Mengisyaratkan sesuatu yang tak mengenakan telah terjadi.
‘udah, Gaby masuk kamar ya, istirahat!’ ujar papa
‘eh, ngga bisa gitu dong! Kerjaan dia belum selesai , sok-sok nyuruh dia istirahat, memangnya kamu siapa?’
‘sstt.. ga baik kan bentak-bentak anak kecil. udah, Gaby masuk ya’
Dengan isak tangisnya, Gaby kembali ke kamar.
‘Rosa! Kau sadar yang kau lakukan? Kau menyiksanya. Menyakitinya dengan kata-kata kasar. Gaby itu anakmu, anak kandungmu, dia masih kecil, tak sepantasnya dia di perlakukan begitu.
****
Malang sekali nasib gadis kecil itu. Namanya Gabriella, namun sering di panggil Gaby, umurnya baru 8 tahun. Sayang sekali, setiap hari ia harus merasakan yang sama, mendapat perlakuan tak menyenangkan dari mamanya, Rosa. Di usianya yang masih dini, bukankah seharusnya ia mendapat curahan kasih sayang dari kedua orang tuanya, khususnya ibu? Seperti anak lain pada umumnya. Di sayang, di manja, masa pertumbuhan yang harusnya menjadi saat bahagia untuknya.
Namun, nasibnya tak sama seperti yang lain, ia harus mandiri, jangankan di manja, di perhatikan pun tidak, ia melakukan semuanya sendiri, hanya papa-nya saja yang membantunya, itupun jika sempat. Setiap harinya ia masih harus bekerja, melayani dan menuruti kemauan mamanya. Bukankah itu tak wajar untuk anak seusianya?
****
‘memangnya kenapa kalau Gaby di perlakukan begitu? Adakah masalah denganmu? Kau marah? Kau ingin menentangku? Kau harus ingat dulu, siapa dirimu?!’
‘Gaby itu anakmu, aku ingin agar kau lebih bisa menyayanginya. Kasian, dia. Aku hanya mengingatkanmu. masih kecil Aku ingin yang terbaik dan aku tak ingin sampai kau menyesal nantinya.’
‘menyesal? Menyesal katamu? Tau apa kau tentang hidupku? Kau tak tau tentang masa laluku dan kau tak tau betapa sakitnya menahan luka ini. Lebih baik kau diam saja, jangan terlalu mencampuri hidupku. Itu jika kau masih ingin tenang hidup di sini’
‘aku tegaskan, ini yang terakhir, aku tak ingin hal ini terjadi lagi’
‘terserah! Peduli apa aku pada ucapanmu?’
****
Ya, peringatan itu berlaku, namun hanya 1 minggu, di minggu berikutnya kejadian yang sama terulang lagi. oh tidak, bahkan kejadiannya lebih parah.
‘Pa..pa, liat deh rapor Gaby. Nilainya bagus-bagus kan?’ ujar Gaby sambil berlari kecil dengan ekspresi bahagianya
‘Wah iya, Gaby hebat banget deh’
‘Gaby mau nunjukin ke mama ahh..’ sambil berlari ia menuju ke arah mamanya, yang sedang sibuk dengan laptopnya
‘Ma, liat deh rapor Gaby’
‘apaan sih? Ga penting banget. Pergi sana!’
‘ini ma, liat dulu’ ucapnya ½ memaksa sambil menyodorkan rapor itu. Tak sengaja membuat kopi di samping laptop tertumpah, mengenai laptop dan proposal yang sudah di susun.
‘Arrghh! Tadi kan udah ku suruh pergi. Dasar keras kepala. Lihat perbuatanmu! Proposalku untuk meeting malam ini jadi tertumpah kopi. Datanya ngga ada back up. Dan sekarang laptopku rusak. Kau fikir gampang memperbaiki ini semua, ha? Dasar anak sialan kamu!’
‘ma..maaf ma.. biar Gaby yang perbaiki’
‘maaf.. maaf. Memangnya semua dapat di perbaiki dengan kata maaf ha? Memangnya proposal seperti ini dapat di buat dalam waktu sekejap. Tau apa kamu? Anak kecil sepertimu tak tau apa-apa mengenai bisnis. Mau bantu? Heh! Ngurus diri sendiri aja belum becus. Pergi sana! Pergi!’
‘hiks..hiks’
‘nangis..nangis! bisanya cuma nangis, ngadu sama papa. Huh! Dipikir aku perduli, apa?’
Tak berapa lama..
‘Rosa! Bukannya sudah ku bilang. Aku ga mau kejadian kemarin terulang, kenapa masih kau ulang?!’
‘anak kecil itu merengek dan mengadu padamu? Dasar cengeng’
‘hiks.. ma..mama jahat’
‘udah ya Gaby. Gaby ga salah. Mama yang salah’
‘ohh. Kau menyalahkanku? Lihat ini? Proposalku. Anak itu menghancurkannya. Apa dapat di perbaiki? Tidak! Sekarang aku harus berpikir lagi untuk membuat yang baru. Harusnya waktu ku dapat ku manfaatkan untuk yang lain, dan sekarang harus ku habiskan untuk mengulang hal yang sama. Aku mohon dengan sangat, kalian keluar, aku tak ingin kalian menambah masalahku’
‘masalah? Kau yang bermasalah Rosa? Ada apa dengan dirimu? Urusan duniawi membuatmu buta akan segalanya. Uang dan materi membuatmu terlalu terobsesi. Anak kandungmu sendiri kau telantarkan, dimana hati nuranimu? Inikah yang seharusnya di lakukan seorang ibu untuk anaknya? Inikah perlakuan yang benar? Sadar Rosa, sadar! Buka mata hatimu’
‘tak perlu mendikte apa yang harus ku lakukan. Tak usah menghakimiku, tak perlu memberi tau yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Ini hidupku, bukan hidupmu. Terserah aku, kau tak perlu banyak ikut campur, kalian hanya orang lain. Kalian itu parasit yang masuk dalam kehidupanku! Aku tak pernah menginginkan anak itu, sejak ia dalam kandunganku, ia sudah membawa masalah. Bahkan setelah lahirpun ia masih membuat hidupku tak tenang. Dia adalah suatu masalah, kecelakaan yang membuat hidupku berantakan, dia menyebabkan masa depanku hancur. Dan kau, kau tak tau apa-apa soal aku, kau ingat siapa kau dulu? Kau hanya seorang supir, orang yang mengantar ayahku kemanapun, kau itu tak lebih dari seorang bawahan dulu. Berterima kasihlah, karena berkat aku taraf hidupmu meningkat. Kau memegang salah salah satu kantor cabang sekarang. Aku yang menyelamatkan hidupmu, tapi kau membuat hidupku suram. Kau harus tau itu’
‘Gaby bukan masalah. Ia tidak bersalah, ia terlahir di dunia dalam keadaan suci, tanpa dosa. Ia adalah anugrah yang tak pernah kau sadari, ia merupakan karunia yang di berikan untukmu, dan kau tak menyadari itu. Sesungguhnya kaulah yang berdosa, orang tua yang tak bertanggung jawab, tidakkah kau malu atas dirimu sendiri? Tidakkah kau merasa beruntung karena memiliki Gaby? Di sana, di luar sana masih banyak orang tua yang ingin memiliki anak sebaik Gaby. Tapi kau, kau menyia-nyiakannya. Menyedihkan! Aku saja yang bukan orang tua kandungnya bersyukur dapat merawat Gaby. Ingatkah kamu, saat itu, tengah malam ayahmu datang ketempatku, memohon agar aku menikah denganmu agar kau tak menanggung malu. Sekarang kau anggap aku parasit. Jika kau pikir kami parasit. Ok, kami akan pergi. Kami akan buktikan kami dapat hidup tanpamu. Seorang ibu yang sudah tak punya hati nurani.’
‘silahkan. Jangan banyak bicara dan lakukan. Pergi saja jika itu yang kalian mau, silahkan tinggalkan rumah ini. Heh, kalian fikir aku peduli? Kalian tak akan lama bertahan di luar sana. Memangnya ada tempat yang dengan senang hati menerima orang-orang tak berguna seperti kalian? Dimana lagi kalian akan mendapat fasilitas seperti di rumah ini, semua serba ada. Mau apa-apa gampang. Namun kalian tak bersyukur. Sudah, pergi sana. Namun ingat, kalau nanti kalian merangkak kembali kepadaku, takkah kubukakan pintu’
‘harta dapat di cari, kekayaan dapat di kumpulkan. Dengan usaha dan kerja keras aku percaya aku bisa. Tapi harga diri, berapapun nilainya, harga diri tak dapat di beli. Setiap orang punya harga diri, termasuk aku, saat harga diriku diinjak-injak saat itulah aku akan marah. Jangan sombong atas kekayaanmu, Rosa. Kau masih hidup di dunia, semua masih mungkin terjadi. Apa yang ada di dunia ini hanya titipan sementara. Ingat itu!’
Tanpa basa-basi mereka mengemasi barang mereka dan pergi.
‘pergi sana. Dan jangan pernah kembali lagi’ ucap mama Rosa sambil membanting pintu *brak*
‘mereka pikir siapa mereka, berani mengatur-ngatur hidupku. Ok. Sekarang aku harus kembali memperbaiki pekerjaanku, huh dasar anak sialan’
Sementara itu, Gaby dan papa Marcel melanjutkan perjalanannya. Tanpa arah.
‘Pa, kok kita pergi bawa tas gede banget sih?’ tanya Gaby dengan ekspresi polosnya
‘iya, sayang kan kita mau jalan-jalan’ jawab Papa, bohong.
‘kok mama engga diajak. Papa marahan ya sama mama’
‘ngg. Ngga, itu.. ma..mama kan lagi kerja, jadi engga bisa ikut’ ucap Papa Marcel terbata-bata
‘terus sekarang kita mau kemana, Pa? Gaby udah capek nih’
‘Papa juga ga tau, sini Gaby biar papa gendong’
Dan mereka melanjutkan perjalanan mereka, di tengah teriknya matahari. Tiba-tiba terlintas di pikiran papa Marcel tentang Gaby.
‘kasian sekali, anak kecil selugu dan se-baik dia tak di perdulikan oleh mamanya sendiri’
Meskipun Gaby bukan anak kandung papa Marcel, tapi papa Marcel memiliki rasa sayang yang lebih besar di banding ibunya, Rosa. Bukannya mama Rosa tak sayang pada Gaby, hanya saja setiap melihat Gaby, ia teringat akan masa lalu yang sangat di bencinya.
Gaby terlahir bukan atas keinginan kedua orang tuanya. Orang tuanya menyebut itu sebagai sebuah “kecelakaan”. Sebenarnya mama Rosa merupakan wanita dan sosok ibu yang baik. Ia gadis populer di SMA-nya dulu, ia terkenal ramah, supel dan baik hati, tak jarang ia di manfaatkan oleh teman-temannya, juga oleh mantan kekasihnya, Rafa. Rafa juga lah yang memberi kenangan terburuk dalam kehidupan mama Rosa. Ia yang menghancurkan kehidupan mama Rosa lalu mencampakkan dan meninggalkannya begitu saja. Membuat mama Rosa hampir menanggung malu seumur hidupnya. Semenjak kejadian itu, mama Rosa langsung berubah drastis, satu kejadian yang telah membuatnya berubah drastis. Membuat Rosa tak percaya lagi dengan sesuatu yang dinamakan ‘cinta’. menurutnya, ‘cinta’ itu tidak ada, cinta itu hanya kamuflase dan tidak nyata. Menurutnya, cinta itu hanya manis di luarnya, manis pada awalnya namun berakhir dengan penderitaan, dan semenjak peristiwa itu ia membenci cinta.
Mama Rosa tak pernah lagi membuka dirinya pada orang lain, apalagi membuka hatinya. Ia tak ingin lagi terjerumus dalam masa lalu yang sama. Untung saja ada Papa Marcel yang membantu Mama Rosa. Papa Marcel yang saat itu hanya supir dimintai tolong oleh kakek. Mengingat Papa Marcel adalah orang kepercayaan kakek. Kakek juga percaya, Papa Marcel pasti dapat menjaga Mama Rosa dengan baik. Papa Marcel yang kala itu baru berusia 25 tahun tentu masih binggung dengan permintaan kakek. Jika ia menolak, bagaimana perasaan kakek dan anaknya, mama Rosa. Tapi, jika ia menerima, bukankah itu berarti ia menghentikan harapannya pula, mengehentikan kehidupan asmaranya.
Melalui pertimbangan yang lumayan panjang, akhirnya Papa Marcel menyanggupi permintaan itu. Kakek menjanjikan imbalan atas kesediaannya, namun Papa Marcel menolak, menurutnya kakek telah terlalu banyak membantunya. Dari saat itu, Papa dan Mama menikah. Ya, mereka memang terikat dalam satu hubungan, dalam satu komitmen, namun sayang hati mereka tidak begitu. Semua hanya status. Tanpa cinta, bahkan mereka belum saling mengenal lebih dalam sebelumnya. Hanya satu keyakinan Papa Marcel, bahwa cinta itu akan tumbuh seiring waktu. Papa Marcel berusaha menyayangi Mama Rosa setulus hatinya, Ia berusaha menjadi suami sekaligus ayah yang baik. Tapi sayang hal itu sepertinya tidak mendapat respect yang baik dari Mama Rosa. Cuek, dingin, tak perduli, sikap itu yang selalu di tunjukkan Mama Rosa. Ia menganggap seolah ia hidup sendiri, padahal kenyataannya tidak!
****
Delapan tahun berlalu, dari hari dimana Papa Marcel dan Gaby pergi dari rumah. Dan itu berarti sudah delapan tahun pula mereka tidak tinggal bersama Mama Rosa. Dan terbukti, Papa Marcel dan Gaby dapat hidup tanpa bantuan Mama Rosa.
Gaby tumbuh menjadi anak remaja yang cantik dan anggun. Menginjak usia 16 tahun, sekarang Gaby berada di bangku SMA, tepatnya kelas dua. Sikapnya sudah jauh berbeda dengan Gaby yang dulu. Dulu sempat terlintas rasa benci terhadap mamanya, ia masih ingat perlakuan mama Rosa waktu itu. Namun, papa Marcel-lah yang mebgingatkan agar Gaby tak melakukan itu, karena bagaimanapun, Rosa tetap mama-nya Gaby. Wanita yang dulusempat bertaruh nyawa demi membuatnya dapat melihat dunia. Karena papa Marcel juga lah akhirnya Gaby selalu yakin bahwa mama Rosa akan berubah dan menyayanginya layaknya seorang ibu terhadap anaknya, suatu hari. Ya, suatu hari.
Kini, kehidupan Gaby dan Papa Marcel sudah jauh membaik dari sebelumnya, apalagi saat baru pergi dari rumah Mama Rosa. Kala itu, Gaby dan Papanya benar-benar binggung mau kemana. Untung aja, papa Marcel teringat dengan Tante Amara, kakak-nya Papa Marcel. Mereka menetap di sana selama 2 tahun pertama. Saat itu, Papa Marcel hanya mencari nafkah dengan berjualan sate keliling. Sepulang sekolah, Gaby yang kala itu baru 9 tahun, selalu membantu Papanya bahkan terkadang pulangnya larut malam. Walaupun begitu, hal itu tidak mengganggu prestasi belajarnya di sekolah. Dan sekarang, mereka sudah punya satu restaurant berbintang. Benar apa kata Papa Marcel dulu “harta dapat di cari, kekayaan dapat di kumpulkan. Dengan usaha dan kerja keras percaya pasti bisa” dan semua terbukti sekarang.
Beruntung, Gaby bukan anak yang manja. Ia mandiri, dan sudah terbiasa hidup sederhana. Dia mengerti dengan keadaan mereka sekarang dan tak pernah minta macam-macam. Meskipun sudah dapat dibilang mapan tapi Gaby masih rendah hati dan tidak sombong. Gaby tidak berubah dari dulu, malah lebih baik semakin harinya. Yang lebih membuat papanya bangga, Gaby dapat sekolah di SMA-nya sekarang melalui jalur beasiswa.
Dalam kesehariannya sekarang, Gaby sering sekali mampir ke kantor mamanya. Ya rasanya hampir setiap hari. Ia membantu papanya, mengantar catering untuk karyawan. Kebetulan kantor mama menjadi langganan restaurant Papa Marcel di setahun belakangan ini. Dan karena itu juga, sekarang Gaby punya kesempatan melihat mamanya setiap hari, Ya walaupun Gaby hanya dapat melihat mamanya dari jauh tanpa berani menegurnya.
‘mungkin mama udah nggak ngenalin aku lagi’ batinnya. Setelah sekian tahun, apa mungkin mama masih megenalinya, di tambah lagi rasa bencinya pada anak itu, rasanya mustahil!
****
Suatu pagi di hari sabtu. Kebetulan hari ini Gaby libur, jadi ia mengantar catering itu lebih cepat dari hari biasanya.
‘halo… iya sopir kantor pada kemana semua?... Ha? Banyak yang nggak masuk. Terus saya meeting-nya gimana… Apa? Tunggu tiga puluh menit. Meeting saya tinggal satu jam lagi. Ngga bisa di percepat ya?… Ya, ya sudah’ ucap Mama yang sepertinya sedang menelpon sekretarisnya.
‘aduh, ini sopir kantor pada kemana semua sih? Ngga tau lagi mendesak apa ya? ditambah lagi bahan presentasi belum beres semua’ omel mama yang sedang panik di ruang tunggu.
Melihat itu, Gaby langsung menghampiri dan menawari bantuan, tanpa pikir panjang..
‘ada yang dapat saya bantu, bu? Sepertinya ibu sedang ada masalah?’ tanya Gaby dengan sopan.
‘ini loh, sopir di kantor ini sedang tugas semua, mana banyak yang ngga masuk, saya harus ke tempat meeting sekarang juga’
‘kebetulan saya bisa menyetir, bu. Jika ibu mau, saya bisa mengantar ibu’
“benarkah begitu? Ya sudah boleh..boleh”
Lalu mereka masuk mobil dan menuju tempat tujuan. Untuk urusan mobil, jangan di tanya, Gaby sudah mahir mengendarai kendaraan satu itu, meski usianya baru 16 tahun, bahkan dia sudah punya SIM sekarang. Gaby menyetir di depan sementara Mama Rosa masih sibuk di belakang mempersiapkan bahan presentasi dengan laptopnya. Meski terkesan seperti sopir, namun Gaby senang dia dapat bersama Mamanya, sekalipun Mama Rosa tak mengenali gadis itu.
Tiga jam kemudian, mereka sudah melesat kembali ke kantor.. Di perjalanan,
‘makasih ya, karena sudah mengantarkan saya. Eh iya, saya belum tahu nama kamu’
‘oh, iya. Saya Ga.. Eh, maksudnya Graciella’ jawab Gaby bohong. Ia sengaja menyembunyikan identitas aslinya, karena ia tak ingin kebersamaan ini berakhir begitu saja kalau sampai Mama Rosa tau siapa dirinya.
‘sebagai bentuk terima kasih, bagaimana kalau kita makan siang bersama, di café dekat kantor saya. Kamu mau ngga?’
‘emang ga apa-apa bu? Ibu kan belum kenal siapa saya, ketemu juga baru tadi. Apa ibu ngga takut ada apa-apa gitu?’
‘lho memangnya kamu mau berbuat sesuatu yang jahat sama saya? Ngga kan? Lagian saya yakin kamu itu anak yang baik. Dan saya ingin mengenal kamu lebih. Jadi bagaimana ajakan saya?’ Mama Rosa kembali bertanya
‘iya deh, bu. Saya mau’ Jawab Gaby mantap
‘mimpi apa aku semalam. Mamaku sendiri ingin mengenalku lebih dekat, setelah sekian lama dan… Tuhan, kuharap setelah ini semuanya akan membaik’ batin Gaby.
Sembari menyantap makanan mereka, obrolan mengalir antara Graciella (Gaby) dan Mama Rosa. Kehangatan yang sudah lama Gaby rindukan, hari ini dia seperti terlahir kembali dalam kebahagiaan. Ingin sekali saat itu ia mengungkapkan seluruh perasaannya di depan mamanya. namun kemudian ia tahu, ini bukan saatnya. Ia masih harus menahan dirinya, dan tidak berbuat gegabah.
‘Graciella, sekarang sudah kuliah?’ tanya Mama Rosa
‘Belum, saya kebetulan baru kelas 2 SMA, tante. Eh.. bu’
‘Panggil tante juga nggak apa-apa kok. Eh iya, memangnya umur kamu berapa?’
‘16 tahun, tante’
Mendengar itu, Mama Rosa jadi terdiam. Mungkinkah ia mengingat sesuatu?
‘oh iya, tante sendiri sekarang anaknya berapa tahun’ Gaby mulai memancing pembicaraan.
‘hmm…’ terlihat Mama Rosa ragu menjawab pertanyaan itu.
‘mm.. maaf kalau pertanyaan saya menyinggung tante, lebih baik tidak usah dijawab’
‘tidak.. tidak bukan begitu. Ya, saya hanya ingat dengan masa lalu saya. Dulu saya punya seorang putri, tapi, mereka sudah lama tidak tinggal bersama saya, entah apa kabarnya sekarang. Kalaupun sekarang ia masih bersama saya, dia pasti sudah seusia kamu’ jelas Mama Rosa
‘ahh, andai Mama tau, putri yang Mama maksud berada di hadapan Mama’ gumamnya.
‘kelihatannya tante sayang banget ya sama putri tante itu? Terus kalau boleh tau, kenapa dia sudah tidak tinggal dengan tante lagi?’ tanya Gaby.
‘kala itu, waktu ia masih kecil, saya sempat terbawa emosi sampai adu mulut dengan suami saya, dan mereka memutuskan untuk pergi dan membangun hidup mereka sendiri. Ya, sebenarnya saya sayang dengannya. Namun, setiap melihatnya, saya teringat dengan ayah kandungnya yang amat saya benci. Karenanya, semua emosi saya lampiaskan ke dia dulu.’
‘lalu, jika seandainya tante di beri kesempatan untuk bertemu dengan putri tante lagi, bagaimana?’
‘entahlah, mungkin saya takkan memperlihatkan diri saya padanya. Karena saya yakin dia akan sangat membenci saya, dan malu punya mama seperti saya’
‘menurut saya, ia takkan bersikap begitu. Bagaimanapun, setiap manusia memiliki hati, mereka dapat merasakan. Saya juga yakin, anak tante pasti sayang dengan tante. Yang sabar ya, tante’ Gaby menenangkan.
‘kamu anak yang baik, Graciella. Andai saja, kamu itu anak tante ya..’
‘tante boleh kok nganggep aku anak tante, ya itu kalau tante mau’
‘dengan senang hati’
Begitu indah hari ini, entahlah apakah ada hari lain yang dapat menandingi hari ini. Semua nampak sempurna, kehangatan dan curahan kasih sayang yang sudah lama sirna, hari ini seolah kembali lagi. volume hati Gaby seolah terisi lagi, bagian yang hilang sudah kembali dan menjadi lengkap. Biarpun, ia harus berpura-pura menjadi orang lain demi dapat dekat dengan mamanya. tapi tak apalah, apapun rela ia lakukan demi merasakan perasaan seperti hari ini.
Sepulangnya di rumah…
‘Gaby, kamu dari mana? Kok pulangnya lama sekali?’ tanya Papa Marcel yang menyambutnya dengan raut wajah cemas di depan pintu.
‘habis ketemu Mama, terus ngobrol-ngobrol deh.’ jawab Gaby singkat.
Papanya, sedikit kaget mendengar pernyataan anaknya itu. Papa Marcel penasaran apa yang bisa membuat Gaby bertemu bahkan ngobrol-ngobrol dengan Rosa. Yang dikiranya sangat membenci Gaby dulu. Apa kiamat sudah hampir tiba?
Gaby masuk, dan melanjutkan cerita tentang pengalamannya hari ini, ia nampak riang sekali, ya setelah sekian tahun, ia merindukan sosok ibu, akhirnya hari ini rasa kangen itu tercurah seutuhnya. Ia berharap akan seperti ini terus di hari-hari mendatang.
Dan benar saja, di hari-hari berikutnya Mama Rosa dan Gaby jadi sering bertemu, entah itu untuk sharing atau sekedar makan siang. Namun, Gabu sangat senang. Ia seolah terlahir lagi di kehidupan yang baru, sebagai ‘Graciella’
Sayang, kebersamaan itu hanya bertahan sekitar tiga bulan. Masa-masa bahagia dan kehangatan yang dialami Gaby tak bertahan lama. Suatu hari, di malam pergantian tahun Mama Rosa mengajak Graciella (Gaby) untuk pergi bersamanya menyaksikan kembang api. Kala itu, jalanan sangat ramai. Mama Rosa yang sedang menyetir mobil tiba-tiba merasakan sesak di dada kirinya, sehingga ia terhenti menyetir. Dan tiba-tiba dari arah berlawanan, muncul truk yang melaju dengan kecepatan tinggi, Gaby secepat mungkin menginjak rem namun, kecelakaan tak terelakkan. Truk itu menabrak sisi sebelah kanan mobil.
Untung Gaby masih bisa menyelamatkan diri dengan keluar dari pintu, walaupun ia mengalami luka ringan akibat mendarat di trotoar. Sementara Mama Rosa tak sadarkan diri akibat mengalami pendarahan hebat. Sambil menahan rasa sakitnya, Gaby langsung menangis, air matanya tak bisa di bendung melihat kondisi mamanya yang seperti itu. Secepat mungkin ia menelpon ambulance untuk mengantar Mamanya ke rumah sakit.
****
Selesai membalut tangan kanannya dengan perban dan mengobati luka-lukannya kini Gaby menunggu mamanya yang ada di ICU. Masih tersisa air matanya habis menangis tadi, ia sangat cemas sekarang.
‘saya ingin bicara dengan keluarga ibu Rosa, sekarang’ kata dokter yang baru saja selesai memeriksa Mama Rosa.
‘saya keluarganya, saya anaknya. Bagaimana keadaan mama saya? Baik-baik saja kan? Mama saya bisa sembuh kan?’ tanya Gaby panik.
‘lebih baik kita bicarakan di ruangan saya saja, ya’
Mereka menuju ruangan dokter, Gaby masih belum bisa sepenuhnya berhenti menangis akibat shock tadi
‘tenangkan dirimu, nak. Apa kau sudah siap mendengar semua ini?’
‘ya, kuharap begitu. Sudah dokter tak perlu khawatirkan keadaanku, tolong beritahu bagaimana kondisi mamaku’
Lalu dokter menceritakan semua setelah Gaby sedikit tenang. Dokter bilang Mama Rosa mengalami penyempitan pembuluh darah pada jantungnya, di tambah lagi shock karena kecelakaan tadi membuat kondisi jantung mama sangat-sangat lemah hingga nyaris tak berdetak.
‘saya rasa harapan untuk sembuh hanya sekitar 10% kecuali jika ada donor jantung untuk ibu Rosa. Untuk itu kamu harus sesegera mungkin mencarikannya, karena jika lebih dari 24 jam, saya tak yakin ibu Anda masih dapat bertahan’
‘ya, akan saya usahakan, dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk mama saya’
‘pasti nak. Itu sudah kewajiban kami’
Kemudian Gaby meninggalkan ruangan dokter, pandangan kosong, ia merenungkan apa yang di bicarakan dokter tadi untuk mencari donor secepatnya.
‘bukankah donor jantung sangat sulit dicari. Mungkinkah aku dapat menemukannya dalam sehari? Masih adakah harapan?’ batin Gaby.
Dadanya menjadi sesak mendengar kenyataan ini, rasanya baru beberapa bulan dia merasakan kebahagiaan yang sangat di rindukannya. Namun, kenapa semua seolah di ambil hari ini? Apa ia tak berhak bahagia? Mama yang sangat di sayanginya harus mengalami ini di malam pergantian tahun.
Ia terdiam, hening. Merasakan denyut nadinya, merasakan degup jantungnya, dan setiap nafas yang ia hembuskan. Kemudian terlintas di pikirannya ‘Jantung ini takkan mungkin berdetak tanpa mama, nadi ini takkan berdenyut tanpa mama, dan nafas ini takkan berhembus tanpa adanya mama. Mama sudah berjuang mempertaruhkan nyawanya, hidupnya, untuk aku dulu demi dapat membuatku hidup dan melihat dunia. Mama yang dulu menanti kehadiranku. Jika tak ada mama, aku tak mungkin ada di dunia ini. Dan sekaranglah saatnya aku membalas semua. Aku juga ingin mamaku tetap hidup, sekalipun itu berarti pengorbanan nyawa’
Dan sekarang tekad Gaby semakin bulat, ia yang akan menjadi donor itu. Lalu Gaby mengonsultasikannya dengan dokter.
‘kamu yakin dengan keputusanmu?’ tanya dokter untuk terakhir kalinya.
Gaby terdiam, mengingat kondisi mamanya yang semakin kritis, akhirnya dengan yakin ia menjawab ‘iya’
‘silahkan menandatangani surat persetujuan lalu mengurus biayanya di bagian administrasi’
Setelah beres, Gaby diminta menunggu di ruang tunggu. Ia nampak sedang menulis sesuatu.
‘nak Gabriella, silahkan ikut saya ke ruang operasi’ panggil suster.
Berulang kali Gaby menghela nafasnya, meyakinkan diri bahwa keputusan yang diambilnya lah yang terbaik untuk semua.
‘suster, saya boleh minta tolong?’ tanya Gaby.
‘ya’
‘tolong telepon nomor ini setelah operasinya selesai, ini nomor telepon papa saya, beritahu dia agar jangan khawatir, juga tolong minta beliau datang ke sini. Dan yang terakhir tolong sampaikan surat ini kepada papa dan mama ya, suster. Terima kasih.’
Gaby berada di ruang operasi, ia sudah berbaring di ranjang rumah sakit, pikirannya sudah melayang kemana-mana membayangkan yang akan terjadi padanya setelah ini, kehidupannya yang baru di alam yang berbeda. Ada sedikit ketakutan yang ia alami, namun ia ingat mamanya, rasa cinta yang begitu besar itu lah yang akhirnya memberi ia keberanian. Ia yakin ini yang terbaik.
Tak berapa lama, mamanya di bawa masuk ke ruang yang sama. Gaby melihat wajah mamanya dengan saksama dari ranjangnya. Mama yang mengandung dan melahirkan dia, mungkin ini menjadi kali terakhir baginya memandang mamanya, juga melihat dunia.
‘Tuhan, terima kasih karena Engkau telah memberikanku mama yang luar biasa, mama yang baik. Aku senang bisa menghabiskan waktu dengannya. Tuhan, sumber kehidupan. Kumohon selamatkan mamaku. Sampaikan padanya rasa cintaku ini, aku ingin dia hidup, Tuhan. Aku amat menyayanginya melebihi apapun. Tuhan, tolong jaga dia, lindungi dia dari apapun juga. Tuhan, aku ingin yang terbaik bagi mamaku’ ucap Gaby dalam hati.
Operasi dimulai, obat bius di suntikkan pada lengan Gaby, ia mulai tak sadarkan diri, suara sekitar mulai tak terdengar. mata indahnya mulai terpejam akhirnya tertutup dan tak akan terbuka lagi untuk selama-lamanya. operasi berjalan dengan lancar dan berhasil. Detik-detik menegangkan telah lewat. Selang beberapa jam, mama Rosa telah siuman. Kondisinya membaik karena operasi tadi.
Saat ia membuka matanya, ia melihat Papa Marcel yang sedang duduk di sebelah ranjangnya. Terlihat Papa Marcel habis menangis. Mama Rosa terkejut sekaligus binggung dengan kondisi yang terjadi, kenapa dia di rumah sakit? Karena seingatnya terakhir dia dan Graciella sedang bersenang-senang menikmati malam pergantian tahun.
‘loh kenapa kamu ada di sini’ tanya mama Rosa dengan suaranya yang masih lirih.
‘lebih baik kamu baca ini’ ujar Papa Marcel seraya menyodorkan secarik surat dari Gaby.
Begitu operasinya selesai, suster yang dimintai tolong oleh Gaby tadi langsung menelepon Papa Marcel. Awalnya papa kaget, secepat mungkin ia menutup restaurantnya dan melesat ke rumah sakit. Begitu sampai tentu dia sungguh terkejut mendengar kabar anaknya telah tiada. Padahal baru kemarin Gaby minta izin untuk menghabiskan malam tahun baru bersama mamanya, masih teringat saat ia senang sekali. Namun, tak disangka sesuatu yang membuatnya gembira malah berakhir begini.
Mama Rosa mulai membuka surat itu dan membaca isinya:
Dear Mama dan Papa,
                Halo  Ma, Pa. Gimana kabarnya? Baik-baik aja kan? Aku yakin waktu Mama sama Papa baca surat ini, pasti aku udah nggak di sana kan? Tapi jangan cemas Ma, Pa. aku disini ngga apa-apa kok. Aku udah bahagia di sini. Aku harap Mama sama Papa juga yaa.. Aku juga minta Mama sama Papa jangan sedih, ngga perlu nangis buat aku, sungguh aku sudah bahagia. Ini awal hidupku yang baru, dan maaf ya, aku perginya duluan…
                Papa Marcel, makasih ya atas semua yang udah di kasih ke aku selama ini. Makasih untuk 16 tahun yang sudah papa kasih buat aku. Aku tau Papa bukan Papa kandung aku, tapi Papa itu adalah Papa yang paling hebat yang pernah aku kenal. Papa nggak pernah menyerah sekalipun kita sedang ada dalam masa sulit. Papa yang selalu ngeyakinin aku bahwa harapan itu selalu ada dan selalu akan ada. Papa yang mendorong aku untuk menjadi yang terbaik. Papa sudah bekerja keras buat aku selama ini. Makasih Pa..
J
                Buat Mama Rosa, mamaku tersayang. Ma memang sih kenangan kita ngga terlalu banyak, tapi makasih buat waktu-waktu yang sudah kita lalui bersama, khususnya di bulan-bulan terakhir ini. Ma, ada yang pingin aku kasih tau, sebenernya Graciella itu aku, Gabriella. Maaf ya ma, aku ngga pernah jujur dan terus berpura-pura jadi orang lain, jujur aku seneng banget waktu mama bilang mama bangga punya anak kayak aku, walaupun waktu itu mama taunya aku itu Graciella. Sekali lagi maaf ya karena ga bisa jujur sama mama. Aku cuma nggak mau kebersamaan kita hilang begitu saja kalau saja mama tau siapa aku sebenarnya. aku ngerti mama pasti benci banget ya sama anak mama yang bandel ini. Aku tau sampai kapanpun mama ngga bakal bisa nerima sosok Gaby. Gaby ngga lebih dari anak bandel yang selalu bikin mama emosi. Tapi aku juga bukan Graciella, gadis yang sempurna di mata mama.
                Tapi, bukankah aku tak bisa berpura-pura selamanya? Jika memang aku tak bisa dekat dengan mama dalam sosok Gaby, biarlah degup jantungku yang mewakilkannya. Aku ingin selalu di dekat mama, di hati mama. Setiap degup jantungku, merupakan degup jantung mama juga. Mungkin hanya dengan cara ini aku bisa selamanya bersama mama. Aku ingin mama merasakan rasa sayangku yang dalam. Jujur, aku nggak ingin mama benci sama aku. Jadi aku mohon maaf untuk segala kesalahanku ya ma..
                Aku bangga banget punya orang tua yang hebat seperti kalian. Aku sayang banget sama kalian, dan sampai kapanpun nggak akan berubah. Ma, Pa. maaf ya, aku belum bisa ngasih yang terbaik dan aku belum bisa jadi yang terbaik. Tapi, inilah aku Gaby, anak kalian. Sekarang walaupun aku sudah nggak bersama-sama kalian lagi, tapi aku masih bakal ngeliat kalian kok dari atas sini. Aku ngga akan jauh dari kalian. Aku akan selalu ada di sana, di hati mama dan papa. Ma, Pa. seandainya aku boleh memohon. Aku ingin mama dan papa rujuk lagi, aku ingin kalian bersatu lagi seperti dulu, aku ingin melihat mama bahagia sama papa dan begitu sebaliknya.
                Dan akhirnya, aku cuma mau bilang “I love u mom. I love u dad. Forever and never change”
With Love,
Gabriella.
Spontan saja, air mata Mama Rosa langsung berderai saat mengetahui kenyataan ini. Ia langsung menuju kursi roda dan menuju kamar tempat Gaby berbaring. Menatap raga anaknya yang kini telah tiada.
‘kenapa kau pergi begitu cepat nak? Saat mama belum tau siapa kau sebenarnya, saat mama belum sempat mengenalmu dalam sosok Gaby. Kau masih sangat muda untuk pergi. Kenapa kau mengorbankan jiwamu untuk mama yang sudah tua ini? Tapi mama bangga dan bahagia memiliki anak sepertimu. Maaf kalau selama ini, mama tidak bisa menyayangimu. Maaf kalau selama ini mama ngga bisa merasakan rasa sayangmu ke mama. Mama memang orang yang bodoh karena sudah menyia-nyikakan kamu. Gaby, Mama bahagia disini, mama harap kamu juga ya. selamanya, mama akan sayang kamu. Selamat jalan anakku, semoga kamu bahagia di sana’ ucap Mama sambil membelai rambut Gaby.
‘Iya nak. Biarpun kamu bukan anak kandung papa. Tapi kamu sudah lebih daripada yang terbaik, makasih ya atas pendampingan kamu ke papa. Juga support-support kamu. Papa juga akan selalu meyayangimu, Gaby. Selamat jalan anakku’ kata Papa Marcel yang ikut-ikutan menghampiri mama Rosa ke kamar Gaby.
****
Teman, kerabat, keluarga, papa dan mama ikut mengantar Gaby ke peristirahatan terakhirnya. Mama Rosa meletakkan lili putih di depan nisan. Sambil mengelus nisan itu.
‘Gaby, mama janji akan menjaga hartamu yang terakhir ini dengan sebaik mungkin. Mama akan menuruti kemauanmu untuk kembali ke papa. Mama sayang kamu’ ucap mama Rosa dalam hati.

Tapi, Gaby mengetahui itu, ia melihat semuanya dari atas. Tiba-tiba sehelai mawar merah muda jatuh dari langit. Apa itu tandanya Gaby tersenyum melihat mereka semua?
The End

By: Patricia Merin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar