Rabu, 24 Juli 2013

Chapter 09 - 4U, OSIS

Chapter 9

‘Dek, cepat. Mau kena marah apa? Cepatlah, liat kelas lain sudah pada siap’ bentak kak Steve. ya dengan begitu, kita sudah tau pilihannya, dia profesional. Dia mementingkan tugasnya. Aku tau aku tak bisa berlindung ke siapapun sekarang. Namun, biarlah, biarlah cukup aku saja. Aku tak ingin kak Steven juga di beri teguran gara-gara aku.
Yah, kalau begitu kedepannya sudah bisa tertebak, dan benar. Tak semanis kemarin, sebaliknya. Tapi tak apa. Malahan lucu bagiku berada di situasi begini. Orang yang dulu ku kenal sangat sabar, sekarang harus terpaksa marah.
‘Hmmp..’ terdengar sedikit suaraku menahan gelak tawa. Ya aku tak biasa dalam kondisi begini.
‘Ngapain ketawa, ga ada yang lucu dek. Nah Ven, liat dia ngetawain lo. Terima? Kurang ajar dia nih. Masih mau di bela-in?’ bentak kak Rendy
‘Ga usah ketawa. Apa yang lucu?’ bentak Steve
‘Kamu..kamu yang lucu Steve. melihatmu seperti ini. Sebuah sosok yang di buat-buat. Kau bersikap seolah galak, kenyataan malah sebaliknya, kau tak ahli dalam soal ini. Dan melihat sikapmu menunjukkan kegalakanmu yang di buat-buat itu, hampir membuatku tertawa’ sebenarnya aku ingin, ingin sekali mengatakan itu. Tapi, tentu tak bisa. Kenapa? Aku tak ingin dia terlibat masalah baru lagi.
‘T..tidak ada. Maaf kak’ ucapku dengan ekspresi wajah sok menyesal.
‘Maaf Jen. Jangan pasang muka seperti itu. Ayo Steven, kamu harus bisa. Ayolah, hanya Jenny’ gumamnya.
Itu sih belum seberapa. Sampai pada sore hari. Saat jam istirahat dan jam pemeriksaan atribut MOS. And, terulang lagi. lagi-lagi salah di bet nama. Salah warna lagi. memori warnaku sangat buruk. Berkali-kali di beri contoh, tetap saja tak ingat. Huh,
Kak Steve menuju tempat dudukku sambil membawa contoh bet nama miliknya. Dan menyamakan dengan yang kupakai
‘Menurut lo, bener?’
‘Kalau menurutku sih benar, kak’ jawabku santai. Melihat ekspresi Steve yang seperti ini membuatku ingin lebih lama mengganggu-nya. Pokoknya lucu, ekspresinya antara tega dan tak tega membentakku. Walau aku tau dalam hatinya, pasti berat melakukan ini. Sedikit bermain dengannya bukan masalah.
‘Nih. Liat! Sama?’
‘Hmm. Mirip kak’
‘Mirip..mirip dari mana, ini beda. Beda! Plis, mata tuh pake ya!’
‘Kakak juga, udah tau beda, masih nanya. Menurut aku sih bener. Au deh kenapa kakak bilang beda? Oon juga nih kakak OSIS’
‘Dek, ga usah kurang ajar. Melawan panitia pula. Mau engga lulus’ bentak kak Farrah.
‘Ayolah Jenny, jangan buat ini menjadi tambah sulit’ ucap kak Steve dengan nada lirih.
‘Ok. Maaf kak. Ya ini salahku’
Masalah selesai. Ternyata, kadang mengalah itu bisa membuat keadaan lebih baik. Dan terbukti. Satu lagi kisah yang terjadi saat pulang sekolah.
‘Jenny, mau pulang? Bareng yuk’ ajak Kevin. Tapi belum sempat aku menjawab.
‘Kamu tak boleh pulang dengan dia. denganku saja. Kau mau kan?’ cetus Steve
‘Bukankah aku mengajaknya duluan’ protes Kevin
‘Hey, anak kecil diam. Aku ini kakakmu. Sekarang biarkan Jenny memilih! Pasti dia akan memilihku’
‘Ga bisa semena-mena gitu dong. Menggunakan kekuasaan untuk menggertak orang yang lebih kecil kedudukannya. It’s not fair. Hanya pengecut yang melakukannya. Satu lagi,tolong jangan GR. Kau fikir aku mau pulang dengan kakak OSIS yang sudah membentak serta memarahiku dan melontarkan kata-kata kasar di depan wajahku. Wow! Dan sekarang orang yang sama mengajakku pulang bersama. Hebat sekali’
‘M..maaf. Mengertilah, ini hanya kewajiban dari seorang OSIS. Tapi setelah waktu selesai, aku masih menjadi Steve-mu, Jenny. Steve yang kau kenal dulu’
Oh my GOD. Sekarang aku berada di antara 2 laki-laki yang ku sukai. Dan mereka memperebutkanku? Haha.. Ok.ok. Aktingku belum usai sampai sini. Aku masih harus melanjutkannya. Jadi cewe itu harus jual mahal. Lagipula aku belum puas mengerjai Steve. Dan tentu saja melihat tingkah lucunya.
‘Kau tak sadar apa yang kau katakan di kelas tadi kan? Kau mempermalukanku. Sakit rasanya, sakit! Sudah kuputuskan, aku tak ingin pulang bersamamu. Aku marah padamu!’
‘Berarti, kau mau pulang denganku?’
‘Hmm..’ ucapku yang masih ragu
‘Hey! Jenny!’ panggil Violetta yang saat itu menuju ke arahku.
‘Hmm. Tunggu! Sepertinya aku mengenalmu. Ya, aku yakin kau orangnya. Kau Steve. sedang apa kau disini? Belum puaskah membuat Jenny tersiksa?’
‘Ya, Violetta. Ini Steve. Tunggu-tunggu, nampaknya kau harus bicara lebih sopan. Atau kau mau tak lulus? Dia OSIS loh’
‘Sopan padanya? Untuk apa. Hey, kenapa kau bisa baik saja berdiri di dekatnya, Jen? Steve. kau sudah mendengar kisah mengerikan tentang Jenny yang selama 3 tahun menunggumu dan terus menyesali soal dirimu. Atau kau mau mendengarkan? Aku dengan senang hati menceritakannya’
‘Sudahlah Violetta, percuma. Tak akan mengubah apa-apa. Dia sudah tak perduli jadi..Yah. kau tau, bahkan sekarang dia membentakku. Setelah kemarin dia bilang masih menyayangiku. Omongan seorang OSIS ternyata sulit dipegang. Ada baiknya kita pulang sekarang, sejujurnya aku sudah malas disini’
‘Ok. Boleh! Akan membuat semua lebih baik pastinya’
‘Kevin. Maaf ya. Aku pulang bareng Violetta aja deh. Sorry ya!’
‘Aku bisa mengantar kalian jika kalian mau’
‘Terima kasih, tapi tak usahlah. Sekali lagi terima kasih’ ucapku seraya menarik tangan Violetta dan pergi dari tempat itu.
‘Kau serius menolak Kevin? Kevin! Bukankah kau suka dengannya?’ tanya Violetta.
‘Hey, bisakah kau mengecilkan volume suaramu? Aku tak mau dia mendengarnya’ Tapi sayangnya Steve mendengar perkataan Violetta. Dan memutuskan untuk bicara 4 mata dengan Kevin. Mungkin membahas tentangku? Mungkin.

Suasana memanas, sangat memanas. Sementara aku dan Violetta pergi dari sana. Pulang kerumah. Haah. Kalau seperti ini kondisinya serasa menjadi seorang putri. Berada di tengah cowo-cowo baik dan perhatian denganku. This Feeling! Can’t explain by word. Aku senang. Senang sekali. I’m so satisfied.

Chapter 08 - 4U, OSIS

Chapter 8

Malam ini menjadi malam yang kelam. Di rumah. Sendiri. Ortu, pergi. Huft. Binggung. Binggung banget. Aku ga tau harus gimana kedepannya. Mau curhat ke Violetta, takut ganggu. Ok, jadi sendiri, curhat ke Tuhan.
‘Dear God, kenapa sih cobaan hidup aku engga selesai-selesai. Di saat aku udah move, kenapa Kau kembalikan lagi dia dalam hidupku? Tidakkah cukup penyesalanku selama ini? Ataukah masih kurang. Dan sekarang, entah apa aku akan lanjut ke Kevin ataukah kembali ke Steve?’
Yah, jadi begini, saat orang yang kau sayang meninggalkanmu selama 3 tahun dan kemudian kembali lagi dan berkata dia akan membuatmu kembali padanya. Akankah 3 hari mampu membangkitkan perasaan yang dulu pernah hilang? Dan mengobati rasa sakit selama 3 tahun berikutnya? Cukupkah? Cukupkah?
Kenangan lama itu kembali terlintas, saat bahagia, bercanda, dan di moment saat kami hanya berdua, serta moment-moment perpisahan itu. Taman SD, tempat yang indah yang menjadi saksi saat perpisahan itu. Kini perhatian itu kembali, doaku terkabul, orang yang ku kangenin kembali lagi, dia benar-benar kembali dan dia tak berubah, sikapnya sama seperti dulu. Dia Steve yang dulu pernah ku kenal. Namun, apa hanya pengakuan dan perhatian singkat itu lantas aku langsung kembali padanya?
Pusing kalau harus terus memikirkan itu. Ya sudah, seraya dengan itu aku tidur, bersiap untuk besok hari ke 4 MOS.
‘Ok. Adik-adik, hari ini ada tes PBB yang kemarin sudah kalian pelajari. Bagaimana siap?’ tanya kak Farrah.
‘Siap kak!’ ucap kami serentak
‘Bagus. Gantilah kaosnya sekarang. Ada yang engga bawa?’
Tidak satupun yang angkat tangan. Ya berarti bawa semua. Kak Farrah mengangguk dan mempersilahkan kami keluar. Tes PBB. Gimana ini? Gara-gara cidera kemarin, aku jadi tidak mengikuti pelatihan itu, dan sekarang tes. Di tambah lagi, dulu aku selalu buruk di pelajaran olahraga, lalu bagaimana? Hanya berharap akan keajaiban yang muncul padaku.
Selesai ganti baju, kami masih di beri waktu istirahat 30 menit untuk melakukan pemanasan. Dan sekarang aku binggung apa yang harus ku lakukan sekarang. Hmm, tiba-tiba ada dua tangan yang menepuk bahuku dari belakang.
‘Hallo. Lagi galau nih sepertinya. Ada masalah ya? Ceritain nih sama kakak, pasti bisa bantu’ Guess who? Yups, Steve atau kak Steve.
‘Huh, perduli apa kakak sama aku?’
‘Jutek amat sih neng. Pagi-pagi udah cemberut, nanti cantiknya hilang loh. Hehe. Hm, kalau aku tebak, pasti soal PBB. Udah mau tes, tapi kamu belum bisa, bener kan? Iya pasti. Kan kemarin kamu ga ikut latihan’
‘Hmm. Ya gitu deh’
‘Okok. Masalah kecil itu. Sini, ikut aku, biar kuajarin’
‘Emang bisa?’
‘Yee, ngeremehin. Gini-gini mantan paskibra’
‘Terus kenapa berenti’
‘Males aja. Banyak kegiatan. Kan orang sibuk’
‘Dasar!’
Dia seriusan loh ngajarin aku, tadinya aku pikir cuma main-main doang. Dan terbukti jago. Dulu sih di SD dia itu pinter banget yang namanya main futsal sama basket. Ternyata, pinter baris-berbaris juga. Cukup membantu. Eh, sangat membantu.
‘Ayo, adik-adik. Masuk kelas, pengarahan sebelum tes’ panggil kak ketua OSIS
‘Nah, udah di panggil. Thanks ya Steve, maksudku kak’ ucapku seraya berlari kembali ke kelas.
Pengarahan dari kakak ketua paskib. Dan kami menuju lapangan. Tes dimulai. 2 jam lamanya. Menguji satu persatu dari kira-kira 350 siswa. Wow! Hari yang melelahkan. Matahari mulai terik lagi saat tes selesai. Dan kami kembali ke kelas. Ganti baju, istirahat 30 menit. Sementara itu, di sudut kelas, tempat meja guru, yang sekarang tempat berkumpul kakak OSIS. Mereka berunding. Tapi tak terdengar jelas rundingan mereka.
‘Even, kami harus sedikit berunding denganmu’ kata kak Rendy bersama kak Farrah di sampingnya.
‘Ven, sudah banyak OSIS yang lihat ketidakadilanmu.’ kak Farrah memulai pembicaraan
‘Ngga adil gimana maksudnya?’
‘Kau tau, Jenny. Angelica Jenny. Kau membuat perlakuan istimewa kan untuknya. Memperlakukan dia baik hanya karena dia teman masa kecil mu? Steven, ayolah kepala sekolah meminta kita untuk keras, kita di tugaskan menguji mental mereka, berlaku adil kepada seluruh siswa. Bukan malah sebaliknya, tolong, urusan pribadi dan sekolah di bedakan ya’ ucap kak Farrah seraya menatap tajam kearahku.
‘Kenapa ini? Apa yang mereka bicarakan mengenai ku dan Steve. soal kedekatan kami? Ah, aku tau ini akan menjadi persoalan baru’ gumamku sambil tertunduk.
Aku takut. Entah masalah apalagi yang akan kuhadapi setelah ini? Kenapa sih untuk mendapat hidup tenteram itu sulit. Haruskan tiap hari masalah yang silih berganti datang menghampiriku, terus dan terus tanpa henti?
Memang, mungkin memang keputusan yang salah untuk kembali padanya. Mungkin aku adalah pembawa masalah yang baru. Tentu, ya aku tau kami berbeda level. Dia OSIS sementara aku hanya peserta MOS. Dan tak seharusnya kami dekat. Mungkin, inilah saatnya bagiku untuk menjauh darinya.
Dan sekarang, apakah kak Steve akan mengikuti hasil perundingan atau masih akan perduli padaku?

Chapter 07 - 4U, OSIS

Chapter 7

Anak-anak MOS berhambur keluar kelas, dan sekarang memenuhi lapangan sekolah. Semua sibuk mengerumuni kakak OSIS hanya untuk 1 tanda tangan. Memang dalam 1 minggu ini kakak OSIS setara dengan artis dan kami sebagai fans haha. Itu juga menjadi alasan, kenapa mereka sok jual mahal. Minta ini lah, minta itulah, perjuangan dan kegigihan di perlukan demi mendapat tanda tangan mereka. Lebih-lebih dari orang yang ingin berperang.
Dan, itu yang sedang aku lakukan sekarang. Ini jam istirahat, waktu yang selalu dimanfaatkan untuk mencari TTD. Sekarang kami lebih seperti little puppy yang sedang di ajak main. Apa yang di bilang sama senior, ikut aja. Di suruh apa di lakuin. Yah, begitu deh.
‘Dek, mau cari TTD bareng kakak ga? Cie, gayanya ya. Serius, Jen mau kubantu ga?’ Steve, maksudnya kak Steve menawarkan bantuan. Bukankah sebuah kecurangan jika aku dapat mendapat banyak TTD dengan bantuan kakak OSIS?
‘Hm, sejak kapan seorang kakak OSIS mau membantu peserta? Dan sejak kapan kakak OSIS diperbolehkan berinterkasi sedekat ini dengan peserta? Bukankah kita berbeda level. Kakak itu tinggi levelnya sementara kami cuma dijadikan seperti pesuruh saja’
‘Ti..’
‘Hey, Even ayolah kesini. Ikutan nih ngerjain mereka. Ngapain kamu disana sama peserta lagi. sini-sini show baru mau dimulai nih’ seru salah satu kakak OSIS
‘Apa ku bilang. Tuh kamu di panggil. Gih sana. Puas-puasin aja nyiksa anak orang yaa. Selamat’
‘Ehh.. tapi..’
Di tengah pembicaraan, tiba-tiba aku melihat Kevin yang sedang melintas. Kebetulan sekali.
‘Kevin!’ panggilku
‘Eh, Jenny. What are U doing here?’
‘Ga tau nih. Eh, mau cari TTD juga ya? Bareng yuk’
Yah, setelah itu kami pergi meninggalkan Steve disana. Dan ia bergabung dengan kakak OSIS lainnya. Steve. orang yang selama ini kurindukan. Orang yang selalu melekat dalam pikiranku. Yang selalu hadir menemani disetiap mimpiku. Bahkan aku masih mengharapkan dia di hari terakhir liburan, 1 hari sebelum MOS. Nah, sekarang saat aku bisa bertemu kembali dengannya, saat aku sebenarnya bisa mengungkapkan semuanya. Aku malah mengusirnya, aku malah menyuruh dia pergi.
Mungkinkah semua penjelasannya itu benar. Dia bilang saat itu kami masih terlalu belia. Lantas mengapa dia pergi, dia benar-benar menghilang tanpa kabar, seperti yang kukatakan, dia tak pernah mengangkat telpon atau membalas sms dariku. Dia hanya tiba-tiba pergi. PHP ya benar, itu yang dilakukannya. Sulit untuk percaya, dia belum mendapat penggantiku, apalagi sekarang dia sudah SMA. Dan dia bilang I’m the one and only. Haruskah aku mempercayainya?
Dan setelahnya, selama hari itu, disetiap ada kesempatan dia selalu mendekatiku. Kembali mengulang kejadian masa lalu, dia melakukan hal yang dulu sering dilakukannya, melakukan hal yang dulu bisa membuat perasaanku bergetar, dia berusaha mengembalikan semuanya, mengembalikan waktu dulu. Dan sikapnya benar-benar mengusik pikiranku, ya sedikit perhatianku ada padanya. Membuatku tak bisa fokus ke Kevin hari ini. Dan kegiatan selanjutnya PBB.
Menyaksikan demonstrasi dari kakak-kakak paskibra di bawah paparan terik matahari. Ya, sekarang kami nampak seperti ikan asin yang sedang di jemur, haha. Mengasyikan. Sungguh! Ya, itu karena orang yang berada di sampingku, Kevin. Dan aku terlepas dari kak Steve. ia sedang mendampingi kelompok lain.
Terik matahari yang menyinari kami, ternyata hanya sesaat saja. Tiba-tiba rintik hujan turun, deras dan deras sekali. Seluruh peserta MOS langsung berhambur masuk ke kelas, semua berlari dan bergegas. Lantai lapangan sangat licin, dan membuatku tergelincir saat akan berlari masuk. Aku terjatuh, terantuk batu dan lututku berdarah.
‘Help.help!’ jeritku. Tapi tak seorangpun mendengar. Semua masih sibuk berlarian. Dan suaraku tenggelam di tengah derasnya hujan, sembari aku menahan sakit ini. Sakit sekali. Tiba-tiba, Dari belakang, seseorang menabrakku dengan keras. Dan kemudian, aku berada di alam bawah sadar. Pingsan.
Sementara itu, dilapangan. Saat keadaan sudah mulai sepi.
‘Jen. Jenny, kamu kenapa? Bangun-bangun’ kata Kevin, yang kala itu menyadari kondisiku yang terkulai lemas. Mendengar ucapannya, Steve juga datang dan langsung membawaku ke UKS.
‘Kak.’
‘Sudahlah, ini urusan kakak. Cepatlah kamu kembali ke kelas’ katanya pada Kevin.
Entah sudah berapa lama aku tak sadar. Saat aku membuka kedua kelopak mataku, aku berada di ruangan yang asing. Aku tak tau ini dimana, dan kepalaku masih sedikit pusing. Sementara itu, di samping ku, duduk seseorang yang sangat ku kenal. Steve, kak Steven.
‘Syukurlah kau sudah siuman’
‘Hey, dimana aku? dan apa yang kau lakukan disini?’
‘UKS. Kau berada di UKS. Tadi kau pingsan, Jenny. Dan sku menunggumu sampai siuman’
‘Mana yang lain? Bukankah kami harus mengikuti PBB?’
‘Ya, mereka sedang latihan di luar. Tapi, jangan khawatir kau tak perlu ikut, aku sudah meminta izin untukmu tadi. Istirahatlah dulu disini. Hm, kalau begitu, aku kembali ke kelas ya, aku masih perlu mengecek bet nama mereka. Dan milikmu. Ini salah!’ katanya seraya mengeluarkan spidol dan menandai bet namaku. Dan setelah itu dia beranjak pergi.
‘Steve. makasih ya! Eh, maksudku kak Steve’
‘Haha, aku nampak sudah tua jika dipanggil kakak olehmu Jen. Panggil Steve saja, jika tak ada OSIS lain sekitar kita. Ok. Sama-sama. GWS’ ucapnya sambil tersenyum dan meninggalkanku.
Ya, dan sekarang ini lebih seperti cinta segitiga, dengan aku sebagai pusatnya. Haha. Jujur, sekarang aku malah binggung. Kenapa Steve berhasil? Berhasil kembali merebut perhatianku? Padahal, Kevin. Aku ingin fokus ke dia. kenapa? Ada aja. Huh!

Haruskah aku mendekat ke Kevin, Satu-satunya peserta MOS yang perduli padaku, dan senantiasa menolongku, tapi masih belum jelas statusnya. Ataukah aku harus kembali menerima Steven, My first love. Yang kini kembali masuk lagi ke hidupku? Haruskah kesempatan kedua itu di berikan?

Chapter 06 - 4U, OSIS

Chapter 6

Aroma pagi hari terasa begitu segar. Kuhirup nafas dalam-dalam lalu kuhembuskan. Mengucap syukur atas pagi hari ini. Masih boleh hidup dan bernafas, suatu anugrah yang luar biasa.
‘kring..kring’ sementara itu suara wekerku yang sudah berdering. Kumatikan weker itu. Bukan untuk bangun, melainkan sebaliknya. Sekarang masih jam 4.00 dan masih terlalu pagi untuk bangun. Jadi, kuputuskan untuk berlayar lebih jauh dalam dunia mimpi.
‘Jen..Jenny bangun!!’ seruan mama melintas di telingaku. Nyaring sekali suaranya. Membuat pelayaran itu berhenti.
‘Ah mama, padahal lagi mimpi indah, kok malah di bangunin’
‘Sambung besok ya mimpinya. Ini udah jam 6 kurang 5. Masih mau tidur?’
‘Whatt!!’jeritku yang saat itu begitu tersentak. Lambat. Lambat. Sangat terlambat. Aku beranjak dari tempat tidur dan bersiap.
‘Ok. Ma, Pa, Jenny pamit. Bye’
Mama dan Papa melambai ke arahku. Sementara aku meminta pak supir untuk menambah kecepatan kami. Yups, pas-pas-an sampai sekolah. Oops, rambut aku lupa di pita-in. Ahh, kacau-kacau.
‘Bruk..’ aku menabrak seseorang di depan gerbang dan orang tersebut jatuh. Seseorang dengan seragam SMA, nampaknya dia senior. Dan aku menabraknya.
‘Sorry!’ ucapku dengan suara lirih tanpa menoleh dan terus berlari. Aku tau ini sudah terlambat, hanya berharap semoga kakak OSIS belum masuk ke kelas. Ya dan ternyata memang belum, mereka baru keluar dari ruang OSIS. Kupercepat langkahku. Aku menuju kelas Violetta dulu. Minta tolong dia iketin nih pita-pita. Kakak pembimbingnya sudah datang dan menegur kami.
‘Ada apa kalian di sini?’
‘Bantu dia iket pita kak’
‘Bukannya harus dari rumah. Ini anak mana lagi?’
‘Anak sebelah kak. Ok, udah selesai. Makasih Vio. Bye kak’ lalu aku berlari lagi ke kelasku. Dan duduk manis di sana. Tak berapa lama kakak OSIS datang. Dan mengabsen kami satu persatu.
‘Ok. Selesai, kumpulkan buku TTD dan catatan. Kami mau periksa. 20 menit lagi, kalian harus ke aula’
Tiba-tiba ada satu kakak OSIS lagi yang masuk kelas kami. Bajunya agak sedikit kotor. Aku mengelinya, sepertinya itu kakak yang aku tabrak tadi.
‘Nah akhirnya datang juga kamu. Kok telat?’ tanya kak Farrah pada lelaki itu.
‘Sial banget nah, tadi itu ada peserta nabrak aku, warna betnya persis kayak di kelas ini’
‘Adik-adik, ini pembimbing kalian yang ketiga. Namanya kak Steven, panggilan kak Even’
Steven. Steve itukah kau? Ya benar itu Steve. Orang yang pertama kali mengajariku rasa saling memiliki. Orang yang pertama kali mengajari apa itu pengorbanan. Orang yang pertama kali membuatku tau apa itu rasa kangen. Orang yang pertama kali membuatku merasa berharga. Orang yang pertama kali memicu degup jantungku setiap kali dia lewat. Dan orang yang pertama kali membuatku mengenal apa itu cinta.
Dia juga orang yang meninggalkanku begitu saja 3 tahun lalu. Dia berkata kita harus menyudahi semuanya. Dia pergi begitu saja. Dia menjauhiku. Dia yang selalu aku rindukan. Dia yang selalu membuatku merasakan rasa bersalah. Dialah penyebab rasa sakit ini. He’s my first love.
Mengapa? Mengapa saat aku telah mulai bahagia, kenapa saat aku sudah siap membiarkan bayangannya pergi, kenapa saat aku sudah membuka hatiku untuk orang lain, kenapa saat aku benar-benar tak ingin berfikir tentang dia, kenapa saat aku ingin mengubur dalam-dalam masa laluku dan membuka lembaran yang baru dia malah kembali? Dia benar-benar kembali? Dia menampakkan dirinya lagi?
Mengapa? Mengapa dia hadir lagi, menorehkan sebuah rasa sakit, membuatku kembali mengingat masa lalu itu. Membuka lagi kenangan lama, Mengapa? Dan sekarang setelah 3 tahun berlalu, aku harus mendapati dia sebagai seniorku, sebagai kakak pembimbingku. Kenapa? Tak bisakah hidupku berjalan dengan lebih mudah? Tak bisakah seorang Jenny mendapatkan kebahagiaannya walau hanya sebentar? Kenapaa?
‘Nah ven, yang mana satu yang nabrak kamu tuh?’
‘Hmm, nah yang itu nah’ Ia menuding kearahku. Kini kakak OSIS itu menghampiriku
‘Oh, kamu nih yang nabrak kakak ya? Ga sopan banget. Udah salah bukannya minta maaf, malah lari’ Ia memarahiku. Aku diam. Aku tertunduk. Stop! Aku ga mau nangis lagi, aku ga mau keliatan sedih depan dia.
‘Ga punya mulut ya? Atau bisu? Kakak nih nanya. Jawab dek’ bentaknya lagi.
‘Kenapa aku harus minta maaf? Ini hanya masalah kecil kan?’ ucapku
‘Kecil katamu. Kau tak sopan. Kalau mau ngomong tuh, liat orang yang di ajak bicara’
‘Ya kecil. ingat aku? Angelica Jenny. Teman SD-mu. Kau sadar apa yang kau perbuat 3 tahun lalu? Kau sadar apa yang kau katakan saat itu? Ohh, betapa ringannya kau berkata demikian? Memulai dan memutuskan seenakmu! Setelah itu, kau benar-benar pergi, kau tak ingin bicara denganku lagi. telpon ga di angkat, sms ga di balas. Apa kau pernah berfikir tentang perasaanku? Apa kau pernah tau apa yang kurasakan? Apa kau pernah perduli? Tidak! Kau pergi begitu saja, tanpa memberikanku suatu penjelasan. Kau juga tak merasa bersalah kan? Tidakkah itu lebih besar dari masalah ini. Hah?’
‘Jenny. Kau Jenny?’ katanya yang seperti agak terkejut bertemu denganku.
‘Iya, kenapa? Kau terkejut? Ini aku, Jenny. Seseorang yang pernah hadir dalam hidupmu. Seseorang yang pernah kau sakiti. Kau ingat apa yang kau katakan di taman sekolah. Ya, kau mengakui semuanya, kau bilang kau sayang aku, kau naksir aku, tapi kau melepaskanku begitu saja, kau pergi tanpa satu alasan yang jelas, kau tiba-tiba memutuskan untuk mengambil jalan hidup sendiri-sendiri. Kau bilang kau sayang tapi kenapa Steve? kenapa kau begitu? Kau tak tau kan dampak perbuatanmu? Kau ngga tau rasa kangen aku setelah 3 tahun berpisah darimu? Kau tak tau betapa aku terus menyesali semua nya. Aku terus mencari-cari kesalahku. Kau tak tau kala aku menangis. Kau tak tau dan tak akan pernah tau!’
‘T..tidak. Jenny, sebenarnya aku tak bermaksud begitu. Ya aku tau aku salah. Waktu itu..’
‘Waktu itu, kau menemukan cewe yang lebih perfect dari aku. cewe yang bisa bikin kamu nyaman. Cewe yang lebih perhatian ke kamu. Cewe yang lebih segala-galanya. Dan kau memutuskan untuk sama dia dan pisah dengan aku? ya kan? Ya, aku tau kau itu cowo populer yang bisa dapetin cewe tipe apapun yang kau mau’
‘Bukan begitu, kamu itu udah perfect Jenny. Apa yang kukatakan itu benar. Aku sayang kamu. Bahkan sampai sekarang. Bukan hanya kamu, aku pun merindukan kehadiranmu, setiap saat. Ga ada yang lain, cuma kamu dari dulu sampai sekarang. The one and only. Waktu dan tempat yang memisahkan kita. Kita sudah beda sekolah. Aku harus fokus di sekolahku. Aku harus mengejar prestasiku. Lagipula waktu itu kita masih kecil, bukankah belum pantas menjalin suatu hubungan?’
‘Aku tak pernah minta itu. Aku ingin kita yang dulu, kamu yang dulu. Steve yang perhatian, Steve yang selalu ada buat aku. aku tau aku ini egois karena menginginkan semua itu. Kenapa sekarang saat aku ingin melupakanmu, saat aku berfikir bahwa kau sudah bahagia di luar sana, kau malah kembali lagi? kau malah datang lagi? lagi-lagi kau berada di dekatku? tak bisakah kau membiarkan aku bahagia dan tak terus menerus membuatku menyesal dan merasa bersalah?’
‘Maaf, jika karena aku kau jadi merasa begitu. Aku janji aku akan menebus kesalahanku. Aku akan membuatmu merasakan rasa yang dulu, dan membuatmu kembali lagi’
‘Woops, sepertinya kalian sudah membahas soal pribadi. Walau aku tak tau apa hubungan kalian di masa lalu, tapi maaf mengganggu pembicaraan kalian. Sekarang kalian harus ke Aula’
‘Aku akan membuatmu kembali padaku. Pegang ucapanku ’
‘Oh ya. Lihat saja. Haha,’

Tuhan, apalagi ini. Apa maksudnya ini? Kenapa dia kembali lagi? kenapa aku harus di pertemukan kembali dengannya? Kenapa luka lama itu harus terbuka lagi. aku tak mengerti. Sekarang, apa yang harus kulakukan?

Chapter 05 - 4U, OSIS

Chapter 5

‘Jen, bareng yuk. Mau cari TTD juga kan?’ ajak seorang anak cowo. Suaranya dari belakang. Yups, itu Kevin. He’s like my hero! Selalu datang disaat yang tepat. Selalu datang saat aku membutuhkan dia. Hmm, atau mungkin dia itu lebih kayak paranormal yang bisa baca pikiran aku. hahaha..
U know what my answer. 1 kata terdiri dari 3 huruf dengan awalan Y dan akhiran S. selama minta TTD itu, kami di kerjain abis-abisan, di suruh nyanyi, nari, tapi bukan itu doang. Kami juga di suruh dansa.
‘Nih, dapet TTD dari 3 kakak OSIS ini, syaratnya mudah kok kalian dansa tuh di tengah lapangan’ ujar slah satu panitia pada aku dan Kevin. Yah memang saat itu hanya kami berdua yang menghadap 3 kakak Panitia tersebut. Woaahh!! Bisa di bayangkan?
‘Ah. Kakak OSIS pada makan. Baru dapet berapa tanda tangan nih, Vin. Sedikit banget. Bukannya kita harus dapet TTD dari seluruh kakak OSIS ya baru bisa lulus?’
‘Masih ada hari esok kok Jen. Santai. Optimis aja, pasti dapet, kan nyari TTD nya bareng aku. hahaha..’
Emang paling bisa deh, nih cowo. Selalu bisa bikin aku nyaman. I don’t know what do I feel now. Perasaan yang sama dengan yang kurasakan saat pertama kali jatuh cinta. Sebuah perasaan yang selalu membuatku memulaskan senyumku. God, Is he my second love?
Saat seperti ini, aku selalu tak ingin hari ini cepat berakhir. Moment-moment saat aku bisa bersamanya, berada di dekatnya, dan bercanda dengannya. Precious moment. Sesuatu yang memang kuinginkan. Ternyata begini rasanya. Hahaha.. Seakan terlahir kembali dalam dunia cinta yang baru
Violetta baru keluar dari kelasnya. Dan aku langsung menghampiri dia dengan air muka yang blink-blink.
‘Eh, kesambet apaan? Girang banget kayaknya’ tanyanya
‘Guess what!’
‘Kevin?’
‘Yeah. U’re right.’
‘Eh, ciee makin lengket aja tuh. Kayak perangko’
‘Bisa aja deh. Jadi ya, tadi itu Kevin...’
Aku bercerita di sepanjang perjalanan. Kami kembali membeli kertas untuk bet nama. Punya Violetta kebetulan salah juga. Nasib..nasib. Kami tak sadar telah sampai ketempat tujuan. Hmm, mungkin karena ceritaku terlalu panjang ya?
‘Nah, ini nih yang ada di contoh tadi. Jen, aku ketemu, kamu gimana? Udah belum?’
‘Vio, bantuin dong. Aku ga tau nih yang mana’
‘Kamu aja engga tau, apalagi aku. kan kita beda kelas. Emang tadi contohnya gimana? Kau ga liat?’
‘Lihat sih. Tapi aku lupa yang kayak gimana’
‘Ini nih, kalau isi otaknya udah nama Kevin semua. Yang lain-lain jadi lupa deh. hmm.’
Violetta sama sekali tak membantu. Yang ada, dia cuma gangguin doang. Hmm, Kenapa bisa lupa ya? Aduh, memori warna aku emang lagi error nih. Huh,
‘Ya udah yang ini aja deh’ ucapku yang sudah mengambil keputusan. Entah itu warna yang benar atau salah. Kalau sampai salah, siap-siap aja.
‘Jen, mau nemenin aku ke mall ga?’
‘Mau ngapain di mall?’
‘Belanja dong, masa berenang sih? Gimana?’
‘Ya deh, iya. For my beloved friend, apa sih yang engga? Haha..’
Bahkan saat kami masih dandan ala MOS ini, masih sempat pergi ke mall. Banyak mata yang melirik ke kami. Seaneh itu kah kami? Lalu aku bilang ke Vio untuk lepas dulu nih kuncitan, setidaknya lebih baik dari pada yang tadi.
‘Vio, vio, vio. Coba aja kamu masuk kelas aku. pasti seru deh, bakal banyak banget yang kuceritain soal Kevin. Kevin itu ya.. Ahhh!!’ saat aku tengah bercerita, tiba-tiba aku menabrak sesuatu, eh seseorang. Spontan saja aku berbalik.
‘Eh, kita ketemu lagi Jen. Lagi ngapain di sini?’
He’s Kevin. And he surprised me, very surprised me. Ups, bukankah tadi aku bercerita tentangnya menggunakan volume yang cukup besar? Apa dia mendengar itu?
‘Hmm, Vio. Violetta yang mengajakku ke sini, hehe. Kamu sendiri? Ngapain kamu berdiri di depan pintu boutique?’
‘Oh, aku sih iseng doang, nemenin ...’
‘Keviinn!! Sini deh!’ seru seseorang dari dalam. Suaranya sih cewe. Who’s she?
‘Eh, udah dulu ya. Bye’
Hmm, aneh. Siapa cewe itu? Ibunya? Tantenya? Kakaknya? Adiknya? Sepupunya? Saudaranya? Pertanyaan itu masih berputar di kepalaku. Sementara Violetta membuat 1 statement lagi.
‘Siapa sih itu Jen. Mungkinkah pacarnya?’
‘Tak mungkin, dia itu masih single tau’
‘Kau yakin? Apa kau pernah menanyakan status hubungannya?’
‘Belum sih. Tapi dia nampak seperti single. Dari gaya bicaranya, bagaimana sikapnya bertemu cewe, dia akrab dengan banyak teman cewe di kelasku, dan dia masih seperti orang yang bebas’
‘Itu kan hanya berdasarkan observasimu. Belum tentu semua benar, setiap orang memiliki sifat yang berbeda. Kalau begitu, tidak menutup kemungkinan kalau dia sudah punya pacar. Ya kan?’
Pacar? Pacar? Mungkinkah? Tapi, kalau dia punya pacar, kenapa dia baik padaku? Nganterin pulang? Ngajakin bareng waktu ngerjain tugas? Bahkan dia membela ku di depan teman-temannya. Hard to belive if he has a girlfriend.
‘Vio. Bisakah kita pulang sekarang?’
‘Kita baru saja sampai. Masa sudah mau pulang’
‘Kepalaku pusing. Dan kurasa sekarang perasaanku kacau memikirkan soal tadi’
Rasanya seperti ada sesuatu yang menusuk dalam diriku. Aku tak tau apa yang kupikirkan. Ketakutan. Ketakutan yang kualami kelas 6. Aku takut mengalaminya lagi. kehilangan dan di tinggalkan. PHP lagi. aku takut.
‘Untuk itulah kita disini sekarang. Hm. Kurasa kita bisa bermain sebentar agar kau dapat melupakan masalah tadi. Lagipula statement ku itu belum tentu benar, mungkin yang kau katakanlah yang benar, kita tak tau Jenny. Sudahlah, anggap ini rintangan’
Dalam setiap hubungan pasti akan ada rintangan. Setiap hubungan pasti ada batu sandungan. Pasti ada masalah. Itulah yang di sebut dengan bumbu. Jika tidak, pasti tak akan seru jadinya. Seperti halnya masakan tanpa bumbu, akan hambar rasanya bukan?
Dalam hidup ini, tak ada yang selalu berjalan mulus. Nah, sekarang itu ujian untuk kita, seberapa kuat kita bertahan dan seberapa usaha kita dalam melewati rintangan itu. Seberapa kuat kita berdiri dan bangkit lagi jika tersandung batu tersebut. Dan seberapa tahan kita untu tak menangis dan pantang menyerah. Kunci untuk melewati rintangan itu sederhana,yaiti rasa saling percaya, kerja keras dan kebersamaan. Bukan begitu?

Ya, ternyata yang dikatakan Violetta itu benar. Setelah beberapa saat bermain, perasaanku lumayan. Ahh, kalau di pikir, dalam hidup ini memang harus punya warna ya. Warna merah, kuning, hijau, biru akan lebih bagus dari pada mereka berdiri sendiri bukan? Ya, kurasa begitu. Hidup ini selalu membuat kita mengalami sesuatu yang baru, setiap peristiwa selalu makna dan pengajaran. Yang membuat kita selalu ingin belajar. Yah, nikmati apa yang ada. Jangan pikirkan yang buruk, ambil saja sisi positive dari semua yang telah terjadi. Think positive.

Chapter 04 - 4U, OSIS

Chapter 4

Jam 03.50 hari ini aku bangun mendahului deringan weker ku. Yay! Can’t wait for MOS. I’m so excited! Yups, hari ini aku begitu bersemangat untuk mengikuti MOS. Segera aku bergegas, mandi, sarapan, dan siap-siap pergi. Hari masih sangat pagi, maksudku fajar. Dan aku telah siap ke sekolah.
 ‘Ayo om, aku tak ingin terlambat lagi di hari ini’ ucapku pada pak supir yang saat itu tengah mengecek keadaan mobil.
‘Apa engga kepagian, Jen. Ini baru jam berapa?’
‘Engga ma, tenang aja. Jenny ga mau telat lagi hari ini’
Tak lama setelah itu, kami melaju kencang di jalan, menuju SMA baruku. Saat kami sampai ternyata masih sepi. Sangat-sangat sepi. Bahkan, gerbang sekolah belum di buka.
‘Pak, jam berapa sekarang?’
‘Jam 05.00’
Woops, kepagian. Belum ada seorangpun disini. Menunggu di samping gerbang depan sendirian, sampai pintu ini di buka. Orang yang berlalu-lalang di lalu lintas, menoleh kearahku. Ya benar, mungkin aku yang paling aneh disana. Kuncit 5 dengan pita, tas dari plastik, serta bet nama. Ahh, ternyata ini dampak dari semangatku yang berlebihan. Huh, ya sudah kalau begitu lebih baik aku tidur saja. Btw, aku juga masih ngantuk nih. Aku mulai berlayar kedunia mimpi. Mengarungi lautan khayalan. Cukup lama berlayar, ada sebuah guncangan. Mungkinkah ombak menghantam kapalku? Tidak! Itu guncangan dari kakak OSIS yang sedang mencoba membangunkanku.
‘Dek. Dek! Bangun dek!’
Aku terbangun, dan memandangi sekitar dengan ekspresi seperti orang bodoh. Binggung. Teng! Baru teringat olehku, dari tadi aku tertidur. Kupandangi sekitar sekolah sudah lumayan ramai, namun baru ada yang menyadari kehadiranku. Pak Satpam tak masuk hari ini, makanya kakak OSIS yang jaga gerbang.
‘Apa yang kau lakukan disini? Kau tertidur? Apa kau sadar itu?’
‘Ya, maaf kak. Aku sudah menunggu disini dari jam 05.00’
‘Kau terlalu rajin. Cepatlah masuk, sebentar lagi sudah mau bel’
Bergegas aku melangkah masuk. Perasaanku kecut, aku yakin banyak orang yang melihat tingkah anehku di luar tadi. Ahh, apa yang sudah kulakukan? Bodoh..bodoh..bodoh. hanya berharap Kevin tak melihatku tadi. Dengan lesu, aku menuju toilet, membilas wajahku dan berjalan menuju kelas.
‘Hello. Eh, sleeping beauty sudah bangun. Bagaimana mimpimu?’ ejek salah seorang teman di kelasku
‘Haha. Mungkinkah dia takut terlambat sampai tidur disini?’
‘Huft!’ kuhela nafasku. Aku hanya tertunduk. Diam. Dan tak berkomentar apapun soal ini. Huh, hari ini bahkan lebih buruk dari kemarin. Lihat saja, baru memulai hari dan aku di permalukan. Beberapa saat kemudian, kakak pendamping datang. Tetap saja 2, kakak satu lagi yang namanya Even even itu ga datang lagi. siapa sih dia? bikin penasaran aja.
‘Dek, duduk cewe-cowo’
Are you thinking what I’m thinking? Tentu pikiranku sudah bisa di tebak. Bukan begitu? Namun, itu salah. Dia duduk dengan cewe lain, yang satu sekolah dengannya dulu. And then, ya emang ada cowo yang duduk sebelah aku. namanya Albert. orangnya ga asik ihh. Diem doang. Ya udah kucuekin juga. Sama-sama asik dengan dunia sendiri.
‘Ok. Kita mulai materi. Silahkan menuju ke aula pertemuan. Buku panduan sama catatan bawa .Sepatu lepas, ikat!’
‘Cepet..cepet. lama bener. Liat tuh kelas lain sudah semua. Kamu ini yang terakhir, Angelica cepet..cepett!!’ bentak kakak OSIS sambil mengebrak papan tulis
‘Ayo, Jen. Cepetan’ seru Kevin. Dia yang tadinya ada di depanku, langsung menoleh ke belakang dan menarik tanganku. Ouch! This feeling.
Hmph! Menyeramkan. Galak bener OSIS hari ini, kegiatan sampai jam 2. Entah apakah aku masih tahan sampai jam itu. Ya, semoga. Sampai di aula duduk masih cewe-cowo. Kali ini aku disebelahnya. Kevin maksudku.
‘Tadi kudengar kau tertidur ya di depan gerbang. Apa kau kurang sehat?’
‘Hmph! Kenapa dia bertanya soal ini? What should I say?’ gumamku
‘Hmm, tak aku datang kepagian tadi’
‘Jenny, Kevin ga usah ngobrol. Dengerin materi tuh. Nanya nanti. Adik yang lain juga, Nanya..nanya!!’
Woops! Kena lagi tuh sama kakak OSIS. Serba salah hari ini! Mending diem aja. Diam. Diam. Diam. Begitu suasana aula saat penyampaian materi, sampai akhirnya.
‘Saya buka sesi pertanyaan yang pertama untuk 3 pertanyaan. Silahkan’ ucap Moderator
Diam. Tenang. Sunyi. Hening. Krik. 5 suasana itu masih menyelimuti kami di aula. Nobody talk. Everybody silent. Jangankan untuk sesi kedua dan selanjutnya, yang pertama pun tak ada yang mau bertanya. Hmm, narasumber dan moderator di kacangin abis-abisan.
‘Dek, nanya..nanya..Bertanya!’ seru kakak OSIS dari luar ruangan. Jeritan itu semakin lama semakin keras, membuat kami takut untuk membuka mulut. Sampai akhirnya sesi itu habis tanpa adanya 1 pertanyaan pun. Dan masalah baru timbul di ruang kelas, saat istirahat.
‘Sesi materi ga ada yang nanya. Narasumber sama Moderator di cuekin doang. Bagus, bagus banget! Memalukan tau ga. Memalukan sekali. Lain kali awas! Awas kalau kalian ga nanya. Kami kasih hukuman!’ bentak kakak OSIS
Sementara aku dan teman lain, sibuk mencari-cari sepatu kami, aku lupa mengikat septuku tadi. Karena buru-buru. Akibatnya, yah sepatu kami diumpetin. Saat aku lewat di depan kakak OSIS, tiba-tiba.
‘Ini satu, Jenny. Apaan di aula ngobrol sama Kevin. Sesi pertanyaan ga di pakai. Engga bertanya. Bagus! Bagus banget ya’ hmph! Sekali lagi ucapan itu. Prick. Aku hanya tertunduk diam. Tanpa berkomentar. Aku ingat pasal 3 yang tertulis di kitab primbon panitia (kakak OSIS) ‘Peserta tidak boleh melawan panitia’ dan pasal 1 nya ‘Panitia selalu benar’ serta pasal 4 ‘Jika panitia salah, ingat pasal 1’ Nah, menurutmu tindakanku benar kan? Kami memang tak bisa berkutik disana. Meng-iya-kan, menunduk, mengangguk, persis seperti domba kecil.
Oh God! Kenapa selalu aku? aku? dan aku terus yang salah. Ingin rasanya aku pulang dan menyudahi semua ini. Tapi tak ada gunanya. Sabar. Sabar. Dan sabar. Ini hanya uji mental saja. Entah masih kuat atau tidak aku melewatinya. Aku benci di bentak-bentak!
Akibat celotehan itu, waktu istirahat kami terpotong 15 menit, waktu yang seharusnya bisa untuk minta tanda tangan, sekarang terbuang percuma untuk mendengar ocehan kakak pembimbing yang prick. 15 menit terkhir hanya dapat di manfaatkan untuk makan. Snack time.
‘Duh, Kevin kasian banget kamu sampe dimarahin gitu. Pasti gara-gara dia ya?’ ucap Letizia seraya menatap tajam kearahku. I know it’s my mistake. Emang banyak banget yang cewe care dengan Kevin, dia itu perfect boy. Dengar kabar sih, dia itu murid populer saat SMP, dan mungkin ia masih akan menyandang gelar itu di SMA. Siapa tau kan?
‘Tidak. Bukan salahnya. Salahku, aku yang mengajaknya ngobrol denganku’
‘Kau tau, dia itu sepertinya cewe aneh. Dia tak pernah mengajak kami bicara, atau kumpul-kumpul bareng kami’
‘Tolong jangan bicara buruk tentangnya, tentu dia berbeda denganmu. Dia itu agak tertutup dan pemalu, kenapa tidak kau duluan yang menyapanya?’
‘Aku? Ih, sorry aja’
‘Nah kan, kau sendiri sombong dengannya. Dia itu seperti tipe cewe yang tak mudah percaya dengan orang lain, tapi jika dia sudah menemukan ‘Teman’ maka dia akan memberi dan menjaga kepercayaan yang diberikan untuknya. Bertemanlah dengannya. Dia gadis baik kok’ Nyess, banget denger kata-katanya. Dia bela-in aku. Ahh! Can’t explain by word.
‘Andai Violetta di sini, pastinya akan banyak kisah yang dapat kuceritakan padanya’ gumamku sambil senyam-senyum.
Bel masuk. Sesi materi masih dilanjutkan lagi, dan kami menuju ke aula lagi. kali ini ada 1 teman kami yang bertanya. Huh, bebas dari hukuman. Ok, dan selesai. Sudah ½ 2 lewat. Kembali ke kelas untuk pemeriksaan bet nama dan segala perlengkapan. Dag dig dug. Begitu kakak OSIS sampai di tempatku.
‘Ok, pita bener. Tas bener. Bet lepas! Nah liat bener ga?’
Aku memandang ke arah bet-ku dan bet contoh, warnanya berbeda jauh. Kemarin kufikir bet contoh hanya untuk diikuti kepangan 7 warna dan cara penulisannya, aku tak berfikir harus sama persis warnanya. So. Yah aku salah. Sebuah tanda X besar dari spidol berada di atas bet namaku. Seperti suatu tanda dari harta karun yang siap untuk di gali. Oops! Ngaco nih. Tugas baru, kembali nyari kertas kambing balik ini. Hmmph!

Setelah itu, kami diizinkan pulang. Eitss! Bukan memang sih boleh pulang, tapi kan masih banyak tanda tangan yang harus di minta-in. so, it’s a new mission. Males banget nah kalo harus nyari sendiri. Ke kelas Violetta, eh dianya masih sibuk minta biodata temen. Hmm.. what should I do?

Chapter 03 - 4U, OSIS

Chapter 3

Ahh, how nice this day? Setelah masa-masa sulit tadi pagi, siapa sangka akan berakhir gini? Bahkan aku tak pernah menyangka moment itu akan ada. Yah, hidup memang penuh kejutan. But, wait-wait! Tunggu! Dengan siapa aku akan pulang sekarang? Violetta nampaknya memang sudah pulang, dan aku benar-benar harus mencari seluruh perlengkapan itu sendiri. Huft!
Sepanjang perjalanan menuju gerbang, bawaannya pingin senyum-senyum aja nih. Ahh, why? Why? I don’t know what is this? This feeling? Ahh, Kevin..
‘Jenny!’ ada lagi yang memanggil namaku dari belakang. Kalian tau apa yang ada di pikiranku? Kevin? Ohh, tentu saja itu bukan dia. karena yang memanggilku itu suara cewe. Suara yang memang sudah ku kenal. Dia melambai dan berlari kearahku. Itu Violetta..
‘Ohh.. Violetta, apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau sudah pulang?’
‘Tentu saja menunggumu’
‘Hah? Serius? Aku tak melihatmu dari tadi’
Violetta datang tiba-tiba, dan dia bilang sudah menungguku, padahal sekalipun tak kulihat dia. sepintar itukah dia menyamar? Hahaha.. kayak udah mau perang aja.
‘Yah, gimana mau liat aku, lah kan dari tadi kamu sibuk sama itu tuh, cowo. Gebetan barumu ya? Hayo ngaku! Siapa tuh? Kenalin dong’
Woops! baru aja mau cerita, eh ternyata dia udah tau duluan. Emang dasar nih si Violetta, ternyata emang bakat jadi Spy. Pinter banget mata-matain orang. Eh, wait kok dia bisa tau, berarti bener dong dari tadi dia itu ngeliatin kami. Pertanyaannya, kenapa aku yang engga liat dia? apa yang dia bilang itu bener? Aku terbawa suasana, keasikan ngobrol sama Kevin. Hahaha.. Bisa saja.
‘Ya iya sih. Tapi mau di bilang gebetan juga bukan. Cuma temen, eh maksudnya baru jadi temen’
‘Nah, berarti ada maksud mau di melangkah ke jenjang yang lebih serius nih? Hahaha.. hayo PJ jangan lupa’
‘Haha, Amin..amin deh. Ya itupun jika Tuhan mengizinkan. Namanya itu Kevin, orangnya baik banget ....’
‘Eh buset, panjang amat lu cerita, hmm bolehlah calon yang baik itu. Aku sebagai sahabatmu ngerestuin kok. Hahaha.. Eh, keknya udah engga ada yang bakal nangis-nangis sambil bilang ‘kenapa ya dulu aku gini? Aku kangen sama First Love aku’ Iya kan? Ngaku! Ciee..’
‘Haha.. Violetta bisa aja, kek udah mau nikahan aja sampe di restuin segala’
Ga terasa, obrolan itu mengalir begitu deras sederas arus sungai bahkan lebih, sampai-sampai kami tak sadar kalo udah sampai di barisan toko. Waktu juga udah mulai sore. Hunting buat MOS besok kami lanjutkan. Barangnya sih lumayan banyak, mau bikin bet nama dengan kepangan tali 7 warna, abis itu tas dari plastik dan pita kuncit rambut itu juga harus pas ukuran dan warnanya.
‘Huft, akhirnya selesai juga, Jen. Tinggal liat besok nih bener ato engganya’
‘Tin..tin’ mobil Jazz hitam melintas di depan kami. Pengendaranya membuka kaca dan menoleh ke arah kami.
‘Kevin..?!’ Waah, how nice? Ga nyangka dia bakal ada di sini. Wow, wow, wow. I can’t explain this feeling. I think I wanna explode.
‘Ayo masuk, biar kuantar kalian. Sebentar lagi malam, dan tak baik anak perempuan pulang malam-malam’
‘Hmm..’ oh God. Apa yang harus ku katakan? Tolak atau terima? Aku tau maksudnya baik. Dan dia benar ini sudah menjelang malam. Dan suhu diluar sudah mulai dingin. So, Accept or Deny?
‘Sudahlah Jenny, aku yakin kau mau. Tak usah memikirkanku. Ikut saja’ ucap Violetta seraya membukakan pintu mobil Kevin dan mendorongku masuk. Ia menempatkanku di kursi depan, tepat di sebelah Kevin. Ouchh..
‘Eh, aku tak mau sendiri, kau juga harus ikut’
‘Iya, kau juga boleh ikut. Ini sudah mau malam’
‘Okok. Tapi aku duduk di belakang saja’
Setelah kami masuk, mobil itu mulai melaju di jalan, membawa kami ketempat tujuan. Rumah. Ahh, setelah ini masih mau bikin atribut. Kutoleh jam, ternyata waktu telah menunjukkan pukul 18.02. it’s late.
‘Kevin, aku baru tau kalau kau bisa nyetir mobil. Berani sekali, bukankah harusnya anak seusiamu belum boleh ya’
‘Ya memang. Peraturannya sih begitu. Tapi jika tak punya keberanian kapan kita akan maju? Lagipula selama tak melakukan pelanggaran, polisi tak kan berkutik kok. Tenang saja’
‘Haha, kau memang hebat. Oh iya, sampai lupa nih. Kevin, kenalkan ini sahabatku Violetta’
‘Oh, hai Violetta’
‘Hai juga. Oh, jadi ini Kevin yang kau ceritakan di sepanjang perjalanan tadi? Ya, ceritamu memang benar Jenny, dia nampak seperti yang kau ceritakan’
‘Hah? Jenny bercerita tentangku? Benarkah itu?’ Kevin langsung memasang ekspresi binggung mendengar ucapan Violetta yang lumayan mengejutkan itu.
‘Benar. Bahkan dia sangat bersemangat bercerita tentangmu dan pengalaman kalian hari ini. Dia bilang kau itu baik, perhatian, sopan, ganteng, pokoknya perfect deh. itu yang dia bilang. Dan ternyata benar, Jenny memang pintar membaca karakter’
Kevin tak menanggapi ucapan Violetta, hanya tersenyum sambil asik menyetir dan fokus mengarahkan pandangan kearah jalan. Ahh, Violetta kenapa kau harus mengatakan semua ini. Sekarang mau di taruh dimana mukaku? Aku tau sekarang pasti mukaku memerah. Bahkan sangat-sangat merah.
‘Ciee, Kevin coba liat deh tuh muka Jenny. Kenapa tuh? Memerah’ ucapan Violetta itu spontan saja membuat Kevin juga menoleh kearahku.
‘Ahh, hentikan itu Vio!’ ucapku seraya menunduk. Tentu aku tak ingin Kevin melihat wajahku yang memerah.
‘Nah, iya terus, belok kiri. Yups, aku sudah sampai, stop di sini aja. Makasih ya.’ ucap Violetta. Ya benar kami telah sampai di dekat rumahnya
‘Iya.’
‘Bye Jenny. Have fun ya!’
‘Hey, whatcha on your mind huh?’
‘Nothing. Haha, be careful’
Have fun? What’s that really mean? Ahh, Violetta. Now, you make me depressed. Speechless, yeah that’s what I feel now.
‘Jenny’
‘Hah? Iya apa?’ kurasa tingkat kesadaranku sudah mulai berkurang. Nervous. Ya, benar, tanganku dingin banget berada di sini. Satu yang kutakutkan, Kevin akan mengira macam-macam soal cerita Violetta tadi, dan satu lagi adalah masalah besar jika dia menanyakan kebenaran semua itu.
‘Aku tak tau dimana rumahmu’
‘Dari sini, terus saja, ada pertigaan ambil yang kanan. Lalu terus dan belok kanan lagi’
‘Itukah rumahmu?’
‘Bukaan, itu pom bensin. Ya iya dong rumahku’
Speed dinaikan. Kali ini dia agak ngebut. Berada dalam mobil yang dikendarai anak berusia 15 tahun menjadi pengalaman pertama bagiku, seru sih tapi menegangkan. Dan tak berapa lama, kami sampai. Maksudnya aku sampai.
‘Ok, rumahku sudah di depan. Sekali lagi, terima kasih banyak ya, Vin. Sorry ngerepotin, satu lagi soal Vio tadi ga usah di pikirin ya, dia emang suka ngaco haha. Bye. Hati-hati’
‘Iya, no problem kok’ ucapnya seraya melayangkan senyuman. Aku melambai melihatnya terus melaju. Untung saja, dia tak mempertanyakan soal cerita Violetta tadi. Ahh, tapi pasti dia masih akan berpikir macam-macam. Huh!

Akhirnya, selesai sudah hari ini. Tugas berikutnya, kembali ke rumah, buat atribut MOS and go to bed. Tidur buat prepare besok, biar fresh lagi. Ahh, Unforgettable day and Precious Moment hahaha.. Tak kusangka ternyata aku masih bisa merasakan ini, walaupun tak bersamanya. Thanks God!

Chapter 02 - 4U, OSIS

Chapter 2

‘Kring..kring..’ deringan jam itu selalu berusaha membuatku terbangun setiap pagi. Tapi kali ini deringan itu tak kuperdulikan. Tiupan AC dan hangatnya balutan selimut membuatku ingin lebih lama berada di dunia mimpi.
‘Teng..’ tiba-tiba sesuatu melintasi pikiranku. Mengingatkanku akan sesuatu hal yang terlupa. MOS ya ini hari pertama MOS. Aku melupakannya. Aku pasti sudah terlambat. Mengingat sudah tinggal 30 menit lagi. Aaahhh!!
Mandi. Ganti baju. Makan. Pergi ke sekolah. Benar saja, aku terlambat. Upacara pembukaan sudah hampir selesai. Bergegas menuju ke arah papan pengumuman, melihat pembagian kelas. Sangat disayangkan aku dan Violetta pisah kelas. Huh.
Kami masuk ke kelas masing-masing dan mengikuti pengarahan. Ya kali ini aku benar-benar sendiri. Kiri-kanan, depan-belakang semua nya orang-orang yang tak kukenal. Memang sih ada beberapa siswa yang satu SMP denganku dulu. Tapi, mereka cuek. Tak terlalu dekat denganku.
Kemana saja aku waktu SMP? Apa yang kupikirkan saat itu? Aku menyianyiakan 3 tahun itu hanya untuk memikirkannya, menyesali semuanya, sampai-sampai aku tak perduli lagi dengan kehidupan luar, tentang kehidupan sosialku, selama 3 tahun aku hanya bergantung pada Violetta. Kemana-mana sama dia. sekarang, aku benar-benar sendiri, dan harus berjuang sendiri. Memulai hidup baru, membangun kehidupan sosial yang baru pula.
‘Selamat pagi, adik-adik’ sapa 2 kakak senior yang berwajah cerah kala itu. Mereka para panitia, kakak-kakak OSIS. Mereka pembimbing kelas kami untuk 5 hari kedepan.
‘Perkenalkan, saya kak Farrah. Dan yang di sebelah kakak ini, kak Rendy. Hmm, yang satunya lagi, kak Even ga bisa datang hari ini’
‘Hm. Sebelum masuk kepengarahan ada baiknya kita perkenalan dulu. Ok. Yang pertama Angelica Jenny’
‘What?! I’m the first. Ok. Calm down. Believe yourself, Jenny! You can do it!’ gumamku. Aku beranjak dari tempat dudukku dan menuju ke depan kelas. Memandang isi kelasku. Ini menyeramkan. Aku terpaku diam, tanganku dingin, aku gemetaran.
‘Ayo silahkan, perkenalkan dirimu’ kata kak Rendy yang sepertinya sudah tak sabar.
‘Jenny, ayolah. Bicara. Ini tak akan lama’ gumamku lagi
‘Na..namaku Angelica Jenny, panggilan Jenny, Lahir tanggal 9 Juli…’
Entah mengapa? Hari ini terlihat begitu berat. Saat aku harus tergabung dalam dunia yang baru. Saat aku harus membuka diriku untuk orang lain. Saat aku harus mencari teman yang baru. Aku harus mengusahakan semua sendiri, tak ada lagi yang melindungiku dan ada dalam suka dukaku. Aku harus bisa menjadi pribadi yang menyenangkan. Aku harus bisa memahami mereka yang memiliki karakter yang berbeda. Aku harus bisa!!
‘Ok. Jadi besok kalian sudah bisa masuk mengenakan semua atribut itu. Kalian harus datang tepat waktu dan tak boleh ada yang terlambat lagi. Sekarang kalian boleh istirahat dulu, sebentar lagi kita harus ke lapangan mengikuti pengarahan berikutnya’
Aku tertunduk. Mungkin yang disindir itu aku. Melihat ke sekeliling, semua sudah punya kawan baru. Kenapa? Kenapa denganku? Tak ada yang mau mendekatiku, mereka semua bersikap dingin. Apa aku yang paling kikuk? Aku tak mengerti.
‘Hai..’ sapaku pada salah seorang teman. Lagi-lagi tak di gubris, ia hanya memalingkan wajah lalu pergi menyingkir.
Apa yang salah denganku? Tersiksa sekali dalam kondisi ini. Ya, aku menyerah. Diam, diam, dan diam. Hanya duduk termenung sambil bertopang dagu. Sementara yang lain sedang asyik ngobrol dan saling berkenalan. Sekali lagi aku hanya berharap ini mimpi.
‘Hm. Mungkin akan lebih baik aku mengunjungi Violetta di kelasnya’ gumamku seraya melangkah pergi meninggalkan kelas itu. Violetta berada di kelas H sementara aku di kelas C. Jarak yang cukup jauh.
‘Aha. Itu dia!’ seruku kala melihatnya. Namun, ya dia juga sedang sibuk. Asyik mengobrol dengan orang lain. Nampaknya dia sudah punya kawan baru. Aku tak ingin mengganggunya. Jadi, kuputuskan untuk pergi dari tempat itu.
‘Teng..teng’ bel sekolah berbunyi, tanda waktu istirahat selesai. Kembali ke kelas, bersiap untuk kelapangan mengikuti pengarahan lagi.
‘Jenny’ seseorang memanggil namaku. Dia teman sekelasku. Teman baru. Panggilan itu membuatku senang. Masih ada yang mau perduli.
‘Ya’
‘Kamu aja deh, yang baris di paling depan’ Ternyata dugaanku salah. It’s ok. Kuikuti, aku baris di barisan depan, cuaca saat itu sangat panas. Terik matahari yang menyengat menyinari kami.
‘Sekian dari bapak. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih’
Akhirnya,selesai juga. Jujur, sebenarnya aku tak tau apa yang kepsek omongin tadi. Hanya menatap kedepan sambil sibuk ngeliatin banyak volunter yang sibuk foto-fotoin kami dari segala sisi.
‘Ini, contoh barang yang harus kalian pakai besok’ ucap kak Farrah begitu kami sampai kelas. Atributnya aneh-aneh.
‘PR untuk besok, kalian harus mengumpulkan biodata teman sekelas kalian. Harus semuanya. Ok. Sekarang kalian boleh pulang. Bersiap untuk besok’ setelah itu kami doa dan pulang.
Menemukan biodata seluruh teman. 40 orang. Sementara tak satupun memperdulikanku. What should I do? Sementara setelah ini, aku masih harus berkeliling mencari kelengkapan atribut besok. Aku tak mungkin minta bantuan Violetta. Aku terlalu banyak merepotkan dia.
Inikah saatnya bagiku untuk bangkit? Berdiri diatas kaki sendiri? Ya, kurasa Iya.
‘Hai, Jenny’ kembali kudengar suara seseorang memanggil namaku. Aku menoleh ke arah datangnya suara itu. Ia seorang anak cowo. Berasal dari kelas yang sama denganku.
‘Kenapa kau hanya diam disini? Tidakkah kita harus mencari biodata sebanyak-banyaknya’
‘Yah. Aku hanya binggung harus dari mana memulai ini. Lagipula aku juga tak punya teman untuk diajak cari biodata sama-sama hahaha..’
‘Bagaimana kalau denganku? Kita bisa sama-sama. Itupun kalau kau mau’ ucapnya sambil tersenyum
How great it heard? Finally, I found. A new friend. Yay! Tanpa berlama-lama, aku mengangguk, menyetujui ajakannya. Ia mempersilahkanku jalan duluan. Obrolan mengalir sepanjang perjalanan, sembari menyelesaikan tugas kami. Dia orang yang cukup asik, ramah dan sopan. Yahh, aku merasa nyaman berada di dekatnya.
Percaya atau tidak, sudah sangat lama kami berkeliling sekolah, berlari kesana-kemari, meminta biodata murid-murid kelas kami. Dia sangat-sangat membantuku. Hampir tak kupercaya hari ini ada. Masa sulit tadi pagi. Minder dan ketakutan yang mendalam. Sekarang? Ternyata hari ini tak seburuk apa yang ada di pikiranku.
‘Nah, nampaknya sudah banyak yang kita dapatkan, atau mungkin sudah sekelas. Ayo kita hitung’ katanya
‘Mmm.. sudah terkumpul 39’
‘Kau yakin? Hmm, tinggal 1 lagi. Sepertinya kita sudah punya semua lalu siapa 1-nya lagi?’
Sejenak kami terdiam. Menemukan 1 orang itu. The last one. Ya, memang sepertinya sudah semua, tapi ada yang kurang. Aneh. Kira-kira siapa? Suasana kembali diam, sampai akhirnya kami memandang satu sama lain.
‘Kau!’ seru kami bersamaan.
Ya orang terakhir itu adalah kami. Hahaha.. Terlalu asik jalan-jalan sampai lupa dengan yang ada di dekat kami masing-masing.
‘Hahaha.. aduh kita ini. Keliling-keliling yang paling deket sampai lupa haha..’ kataku sambil tertawa
‘Iya, jadi bisakah kita bertukar biodata sekarang’
‘mm.. tentu. Oh, iya ngomong-ngomong aku juga belum tau namamu, maksudku aku tak begitu memperhatikanmu saat perkenalan tadi’
‘Oh, tak apa. Aku Kevin’ ucapnya sambil mengulurkan tangan dan tersenyum
‘Aku Jenny. Salam kenal’ aku membalas uluran tangannya.
‘Ah. Akhirnya tugas kita selesai juga. Hmm, btw jam berapa ini?’ tanyaku
‘Jam 14.55’ jawabnya seraya melirik ke arah jam tangan miliknya
‘Woops. Sudah jam 3 dan aku belum mencari atribut untuk besok. Kalo engga sekarang nanti kesorean dan tokonya tutup. Hmm, nampaknya aku harus pulang duluan deh, vin’
‘Yah, aku juga ingin pulang sekarang. Kau pulang sendiri? Atau mau kuantar?’
‘Tak usah. Terima kasih. Lagipula aku mau ke toko dulu setelah ini’
‘Hmm. Ya sudah kalau begitu. Hati-hati’
Aku mengangguk sambil tersenyum dan melambai ke arahnya. Dia sopan, perhatian, dan ramah. Dia memang laki-laki yang baik. Tau betul bagaimana cara memperlakukan perempuan. How perfect is he? Yah, bukankah akan sangat beruntung seorang gadis yang mendapat laki-laki seperti dia?
Ahahaha.. Whatcha on my mind. Jangan bilang kalau aku jatuh cinta. Secepat ini? Dalam waktu sesingkat ini? Ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Tak mungkin hahaha..

Ahh.. kenapa ya engga dari dulu aja begini? Bukankah akan lebih baik? Daripada terus menerus memikirkan orang yang telah meninggalkanku begitu saja? Berapa banyak waktuku terbuang sia-sia untuknya? Memikirkan orang yang sama sekali tak memikirkanku.. Membuka hati untuk orang lain, ternyata bukan hal yang buruk. Bahkan aku dapat melakukannya sangat baik hari ini. Yah, banyak hal yang tak terduga dalam hidup. Jadi, Nikmati saja!!

Chapter 01 - 4U, OSIS

Chapter 1

‘Jenny, aku naksir kamu. Aku sayang sama kamu!’ ucapan itu melintasi telingaku bersama dengan dua tangan yang tiba-tiba memeluku.
 Sebuah ungkapan yang kutunggu dari awal kelas 6. Ungkapan dari seseorang yang kusukai. Saat itu datang, aku hanya diam tanpa mampu berkata apapun. Terbenam dalam hangat pelukannya. Hanya air mata yang mampu kuteteskan, bukan karena sedih. Melainkan terharu.
‘Aku tau, aku salah. Aku membohongi diriku sendiri. Maaf’ sambungnya lagi.
‘Tak apa. Aku senang akhirnya kau tau’
‘Tapi, maaf aku rasa aku cuma PHP-in kamu. Kita hanya bisa sampai sebatas ini. Aku ga mau kita lebih dekat lagi, sekarang terserah. kau boleh benci aku. aku pantas untuk itu’
Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba bel sekolah berbunyi. Namun bunyinya lebih seperti bunyi alarm kecil yang selalu membangunkanku tiap pagi. Aku tersadar. Aku terbangun, dan langsung duduk. Memandang sekitar, melihat lemari dan pajangan foto di salah satu sisi dinding. Dan aku tau itu tadi hanya mimpi.
‘Halo Violetta. Bisakah kau kerumahku sekarang? Ada yang ingin ku bicarakan. Aku mengalaminya lagi, mimpi itu. Oh, oke. Kutunggu’
Violetta Roseline begitu nama lengkapnya. Ia adalah sahabat karibku bahkan dari SD. Dia yang paling mengerti aku, dan dia adalah teman curhat yang asik, bisa di percaya dan selalu memberi solusi tepat. Sebentar lagi dia akan datang.
‘Ah, Vio. Come in please. Duduk dulu. Mau minum apa?’
‘Tak usah repot-repot. Thanks. Jadi sekarang katakan apa masalahmu?’
‘Ceritanya di kamarku aja ya. Engga enak disini’
‘Ok. No problem’
Aku menceritakan semua kepadanya. Tentang mimpi yang kualami tadi pagi.
‘Untuk yang kesekian kalinya aku kembali mengalami mimpi itu. Kenapa Ia tak mau pergi dari pikiranku. Apa menurutmu ini suatu pertanda?’ kataku memulai pembicaraan.
Ya, mimpi itu selalu hadir dan selalu hadir hampir di setiap malam saat aku tertidur. Sebenarnya itu bukan mimpi. Melainkan kenyataan. He’s my First Love.
Kejadian itu pernah kualami 3 tahun lalu, saat aku kelas 6 SD, tepatnya beberapa jam sebelum acara perpisahan. Di taman sekolah, tempat yang menjadi saksi kebahagiaan ku dan sekaligus menjadi saksi dari deraian air mataku. Hari itu, aku mengetahui semuanya. Aku tau dia merasakan rasa yang sama. Aku tau bahwa cintaku berbalas. Hari dimana air mataku jatuh karena terharu. Tapi, di hari itu juga, aku tau semua berakhir. Hari itu, aku tau kami benar-benar harus berpisah. Kami pisah sekolah. Aku tak punya kesempatan lagi. Saat itu ingin rasanya aku menahan waktu, namun tak bisa.
Bahkan sampai sekarang, kenangan itu masih membekas. Kejadian waktu itu, hangat pelukannya, ucapannya, semua masih kuingat. Sangat sulit melupakan semua itu, dan kurasa aku tak mampu melakukannya. Seperti yang orang bilang, First Love itu akan selalu meninggalkan kesan yang tak mudah di lupakan, dan itu benar.
‘Kau terlalu menutup dirimu, Jen. Di luar sana masih banyak cowo lain kok. Bukan cuma dia. Kau hanya harus berani kembali membuka hatimu untuk cinta yang lain. Move on’
‘Itu terdengar sulit’
Kalau di pikir, memang benar yang dikatakan Violetta. Selama ini aku memang terlalu menutup diriku. Tak pernah kubiarkan satu cintapun datang mendekatiku. Aku selalu menolak mereka. Aku menyangkal diriku. Dan ya, sampai detik ini aku masih berharap. Mengharapakan cinta pertama itu kembali. Kenangan dulu kembali.
Kenapa aku harus perduli terhadap orang yang tak perduli lagi padaku? Kenapa aku harus berharap pada seseorang yang tak mengharapkan kehadiranku? Kenapa aku harus merindukan orang yang sudah tak merindukanku? Kenapa aku selalu memikirkan seseorang yang tak ingin lagi di pikirkan olehku? Dan kenapa air mata ini selalu jatuh untuknya?
Saat itu, saat terakhir. Sehari sebelum perpisahan. Aku sadar kalau setelahnya kami tak bisa bertemu lagi. namun, aku tak mampu berbuat apapun, aku tak mampu berkata apapun. Aku hanya bermain-main, tertawa bahagia, berlari kesana kemari. Namun itu hanya kebohongan. Kebohongan. Aku berbohong di depannya. Aku menutupi perasaanku yang sakit dengan sebuah senyuman palsu. Hanya satu tujuanku, aku tak ingin menjadi beban untuknya. Aku tak ingin dia terkekang karenaku. Aku ingin dia bahagia. Dan jika kebahagiaannya itu disaat aku harus pergi, maka aku akan pergi membiarkan dia memulai hidupnya yang baru. Tanpa aku.
Aku masih memperhatikan dia dalam diam. mengamati dia yang sedang duduk sendirian. Duduk termenung, dia hanya diam. Berbeda dengan sikapnya yang biasa. Dia menundukkan kepala setiap aku menatapnya. Dia menjauh setiap aku mendekatinya. Aku tak mengerti.
Saat itu, ingin sekali aku duduk disampingnya, menghibur dia, bercanda seperti yang sering kami lakukan dulu, membuatnya bisa tersenyum lagi. Namun, itu akan jadi hal yang salah kan? Karena kami hanya teman. Lagipula aku tak berani melakukan itu.
‘Liat tuh, ada yang lagi galau, sendirian di panggung’ ucap salah satu teman SD-ku.
Dia galau? Karena aku? Begitu pentingkah aku dalam hidupnya? Lantas kenapa dia memintaku pergi? Dia bilang dia menyanyangiku, dia punya rasa yang sama, namun kenapa dia meminta semuanya berakhir? Pertanyaan yang tak pernah bisa kujelaskan sampai hari ini.
Malam itu, malam terakhir kami. Malam terakhir saat acara perpisahan selesai. Saat kutau semua telah selesai. Aku berharap ini hanya mimpi. Meskipun mimpi buruk, namun bukankah akan lebih baik dibandingkan kenyataan? Ya, malam itu di jalan pulang, aku berharap ia datang. Memanggil namaku dari belakang. Harapan itu masih tersisa. Sampai di jalan terakhir dekat rumahku, ia tak ada. Hanya harapan kosong.
Entah kenapa? Sampai detik ini. Aku sangat-sangat merindukannya. Aku tau ini salah. Aku tau aku tak boleh memikirkannya lagi, namun semua ini mengalir begitu saja. Kejadian itu berlangsung 3 tahun yang lalu, dan seolah aku belum mengikhlaskan dia pergi. Aku masih menginginkan saat itu. Aku tau, aku egois.
‘Sampai kapan Jenny? Sampai kapan kau akan terus begini? Lihat dirimu, Tidakkah kau kasian dengan dirimu sendiri? Kau harus terus menerus tersiksa hanya karena cinta pertamamu?’
‘Aku tak tau kenapa? Hanya saja ia tak mau pergi. Ia selalu membayang-bayangiku. Senyumannya, sentuhannya, semua masih bisa kurasakan. Apa karena dia terlalu sempurna?’
‘Omong kosong. Jenny, tak ada satu orangpun manusia yang sempurna. Semua punya kekurangan dan kelebihan. Ayolah, pernahkah kau berfikir dia masih akan memperdulikanmu. Bahkan saat kau ada di sisinya pun? Kurasa tidak.’
Nobody perfect. Ya itu memang benar. Tapi tak berlaku untuk dia. bagiku dia begitu sempurna, kebaikan, perhatiannya. Mungkin itu alasan kenapa aku menyukainya dan sampai sekarang sulit melupakan dia.
‘Lalu menurutmu apa yang harusnya kulakukan? Kalau aku boleh punya permintaan, aku berharap aku amnesia dan bisa ngelupain semua tentang dia. atau akau bisa terlahir kembali sehingga aku tak jatuh cinta padanya. Atau mungkin aku bisa kembali ke masa lalu untuk mengentikan perasaan ini atau mengetahui, menyadari kesalahanku, memperbaikinya dan jadi apa yang dia inginkan’
‘Namun itu mustahil kan. Hanya sebatas angan-anganmu dan tak akan pernah menjadi kenyataan sampai kapanpun. Ayolah, kau harus bangkit. Aku tak ingin melihat sahabatku selalu seperti ini, menyesali semuanya. Besok waktunya. Besok hari pertama kita di SMA. Jenjang baru dan harus di hadapi dengan semangat yang baru. Setuju’
Enak sekali jadi Violetta ya. Dia itu easy going. Bisa menempatkan dirinya dimanapun dia berada. Tau bagaimana cara bertindak. Dia bahkan lebih sering di kecewakan oleh cowo di banding aku. sedang aku, baru sekali saja, sudah begini. Mungkin aku ini memang lemah dan penakut.
‘Ya. Kurahap aku bisa’
‘Kau itu bisa, yang kau butuhkan hanya kemauan. Kau cantik Jenny. Pastinya banyak kok cowo yang bakal suka kamu’
‘Di cintai oleh laki-laki karena dia melihat fisik luarku? Bukan itu yang kuinginkan! Cinta itu dari hati. Cinta itu harusnya tak melihat kelebihan dan fisik. Tapi cinta sejati itu adalah, saat kau menemukan seseorang yang mencintaimu dari kekuranganmu. Memandang semua kekurangan itu menjadi sesuatu yang positif. Itu, itu yang kuinginkan’
‘Kalau begitu, tunggu apa lagi? Lakukan itu. Aku tau kau bisa. Ok, good luck. Sampai bertemu saat MOS. Sekarang aku harus pulang. Untuk pembicaraan lain, bisa kita lanjutkan di telpon kan?’
Aku tersenyum sambil menangguk. Tak terasa sudah begitu lama aku menyita waktu Vio. Ya hari sudah siang dan ia harus pulang. Ok, now get ready for tomorrow.

Besok MOS. Hari pertamaku di SMA. Sekolah baru, jenjang baru, semua serba baru. dan harus disambut dengan semangat baru juga. Aku janji aku bakal ninggalin semua kenangan SD dan SMP ku. Aku janji aku bakal berusaha sekuat tenaga buat ngelupain dia. Aku janji aku akan berhenti bersikap seperti ini. Aku berjanji aku akan menjadi aku yang baru. menjadi seorang Angelica Jenny yang baru. Ok. Semangat!!

For U, My BeLoved OSIS (4U, OSIS)

Sore semua!! Kali ini aku mau share story nih. Cerita baru, inspirasinya sih pas MOSB. Ceritanya agak-agak dramatis hehehe.. Ok. Selamat membaca. Oh iya, Ini nih Sinopsisnya

For U, My BeLoved OSIS

Kisah dari seorang gadis yang selalu terpuruk di dalam masa lalunya. Cinta pertama di kelas 6 SD. Cinta pertama yang membuatnya sulit untuk bangkit dan kembali untuk hidup. Cinta pertama yang selalu ia sesali, cinta pertama yang selalu ia ingat, cinta pertama yang membuatnya menjadi orang yang egois dan sulit untuk bergaul. Seorang gadis yang selalu ingin kembali ke masa lalu dan mendapati cinta pertama nya itu. Seorang gadis yang ingin memperbaiki seluruh masa lalunya. Namanya Jenny. Angelica Jenny.

Nah, tapi tadi itu kisah lamanya. Sekarang dia sudah menginjak usia 14 tahun, ia sudah lulus SMP dan menuju ke jenjang SMA. Ia menjadikan ini sebagai awal yang baru. 6 hari dalam MOS adalah peristiwa berkesan baginya. Saat ia sudah mampu membuka hatinya untuk orang lain dan membiarkan cinta pertamanya pergi. Namun, disaat itu terjadi, tiba-tiba saja  –– Sudah, lebih baik baca sendiri saja ya.

By: Patricia Merin

Chapter 53 - LoLieST

NEW DESIGN OF STUDY ROOM PART 3

“Woahh,, how cool. Keren Tasya, sudah kuduga denganmu semua pasti beres. Mati kutu dia, sampe kehabisan kata-kata gitu” seru Kaelyn.
“Gila lu, Sya. Pedes amat. Cewe mana yang ngga bakal nangis kalo di kontan-in pake kata-kata nusuk kek begitu” timpal Felicia
“Gue, biasa aja kalo digituin. Hmm, lo belum tau gue, dulu sd gue lebih kejem lagi dari ini. Ini mah baru adu mulut, kalo dulu itu sampe berantem beneran.  Lagian menurut gue, Nadine pantas kok nerima itu, siapa yang suruh dia bersikap gitu?”
“Wah, wah hebat sekali.. *prok4x*” Matron tiba-tiba datang, dengan Nadine yang sedang menangis di belakangnya.. Dan mereka mendengar pembicaraan kami.
Ooouu.. guess what will happen? Yeah. You’re right. Tentu saja bakal ada perang lagi..
“Jadi semuanya benar, jadi semua cerita Nadine itu benar?”
“Emang dia bilang apa aja sama ibu? Zzz.. dasar pengadu. Pengecut loe, sedikit-sedikit ngadu. Bilangnya udah bukan anak kecil lagi, bilangnya udah gede. Tapi kenyataannya?”
“Jaga ucapanmu Natasya. Kenapa sih kamu? Dulu saya fikir kau sudah berubah, sikapmu sudah membaik. Ternyata saya salah. Perlukah saya memberikanmu sanksi tegas agar kau jera? Lagian, justru saya berterimakasih dengan Nadine yang sudah mau menceritakan perilaku burukmu”
“Ya..ya belain aja terus anak kesayangan loe, Matron. Dasar cewe pengadu, menyebalkan, kenapa dia selalu menyeretku dalam masalah, dan membuatku selalu berurusan dengan Matron” gumamku dalam hati
“Buruk bagaimana bu? Saya hanya bicara soal fakta, untuk menyadarkan Nadine. Tentu dia tak bisa seenak-enaknya menjelek-jelekan kami. Dia itu harus sedikit di sadarkan bahwa tindakannya itu salah. Apa itu salah bu?”
“Tentu saja tidak...”
“Nahh..”
“Tidak salah jika caramu benar. Kau fikir dengan caramu membentaknya dan berkata kasar, itu suatu tindakan yang benar dan dapat memecahkan masalah?”
“Dalam ucapan saya, tak sekalipun saya bilang ‘kasar’ kok bu. (-_-) Asal ibu tau ya, ngomong sama Nadine itu ribet.  Harus pake nada tinggi dan sedikit sentakan baru dia mau dengar!! Dia itu keras kepala”
“Kau tak punya hak mengatakan apa-apa soal Nadine, Tasya!! Itu yang kau sebut cara yang benar? Jika kau mau, masih banyak kok cara yang lebih baik untuk bicara padanya, kau hanya belum tau”
“Siapa yang perduli soal itu?! Dan bisakah ibu berhenti membela dia. hanya karena ia menangis lalu ibu kasihan dengan dia. air mata buaya itu mampu mengelabui ibu? Bukankah seorang Matron harusnya bisa bersikap adil?”
“Jangan mengguruiku. Sudah menjadi tugasku membela siswi St. Theresa yang tertindas. Sudah menjadi tugasku mengajari pembangkang seperti dirimu untuk sedikit mempunyai sopan santun. Dan sudah menjadi tugasku menyelesaikan masalah disini”
“Dan, ibu tak bisa melakukan semua itu. Ibu menyebut dirimu seorang yang mampu menyelesaikan masalah, tapi kau hanya mendengar cerita dari satu pihak dan langsung mengambil keputusan. Apa itu yang dinamakan ADIL? Asal ibu tau ya, saya tak akan begini kalau tak ada yang memancing emosi saya. Nadine. Dia yang mulai duluan, dia yang ngata-ngatain kami. Wajarkan kalau aku membela diri dan anak-anak lainnya. Kami tak terima di hina olehnya”
“Benar begitu Nadine?”
Nadine mengangguk. Ia memang tak punya pembelaan karena dia yang salah. Dengan suara yang masih parau, dia memberi penjelasan “Saya tak tahan dengan sikap mereka yang Childish kami bukan lagi anak tingkat 1, kamu sudah besar”
“Tapi kan, kita juga belum terlalu tua untuk bersenang-senang. C’mmon kita masih remaja, kalau tak sekarang kapan lagi?”
Konflik segitiga. Matron-Nadine-Tasya
“Sudah..sudah. Stop..Stop. mau sampai kapan kalian seperti ini? Mau sampai kapan kalian terus menerus bertengkar seperti anak kecil? Saya sebenarnya sudah capek dengan masalah kalian. Dari tingkat 1 lalu ke tingkat 2, kalian masih saja bermusuhan, menimbulkan masalah di asrama ini. Kalian bisa saja menganggu program belajar mengajar, dan kalian juga bisa menjadi contoh yang buruk bagi adik kelas kalian. Sebentar lagi sudah mau ujian, harusnya kalian lebih fokus, bukan malah menimbulkan masalah begini. Kalian sadar itu?”
“Ya, semua ini karena Nadine, semua masalah ini disebabkan oleh Nadine. Selalu saja dia menentang. Tak bisakah sekali-sekali dia menyetujui pendapat kami? Atau minimal diam saja. Pasti semuanya akan mudah bukan?”
“Apakah berpendapat itu salah, Natasya?”
“Ya kalau pendapatmu benar, tak apa. Sayangnya pendapat mu itu tak bermutu. Jalan pikirmu 180o berbeda dari kami. Haruskah kami selalu mengubah rencana yang sudah di setujui sekelas hanya karena tidak disetujui satu orang seperti dia? mustahil kan?”
“Stop!! Begini saja, dari pada masalah ini berlarut dan berkembang menjadi semakin besar, lebih baik ruang duduk ini dikembalikan seperti semula saja”
Nadine langsung tersenyum. Senyum kemenangan. Dia merasa menang dari kami. Huh, dasar licik. Licikk. Cewe culass.. Lihat saja Nadine. Mungkin sekarang kau boleh menang, tapi nanti.. Heh,
“Yaaahhh..” keluh Maureen
“Kenapa Maureen? Bukankah ini cara terbaik untuk menyelesaikan masalah? Saya sudah memberi kepercayaan pada kalian. Tapi seperti ini jadinya. Dan Audrey, Cindy kalian bagaimana? Bukankah sudah menjadi tugas kalian menertibkan teman-teman kalian?”
“Maaf atas kelalaian kami bu”
“Sudah-sudah lebih baik kalian mulai membereskan semuanyan sekarang!! Dan sebaiknya cepat. Saya tak ingin waktu belajar kalian terbuang percuma hanya karena mengurusi persoalan seperti ini” lalu Matron pergi meninggalkan kami.

Anak-anak tingkat 2 hanya menghela nafas, mereka tak bisa membantah permintaan Matron. Mereka mulai bekerja, semua jadi kacau. Rencana mereka gagal total. Hanya karena seseorang bernama Nadine..

To be continued..

Chapter 52 - LoLieST

NEW DESIGN OF STUDY ROOM PART 2

“Yeah, we did it guys!!” seru Valencia
“Ya, bukankah ide bagus menghias ruangan menjadi semeriah ini? Susana baru. Balon dimana-mana, warna warninya buat ceria. Nah, sekarang apa yang akan kita lakukan?” tanya Maureen
“Bisakah kita memukul pinata itu sekarang? Atau memecahkan balon-balon?” tanya Sissy dengan penuh semangat
“Oh tidak! Itu adalah reward atas keberhasilan kita nantinya. Dan yang berhak memukulnya, hanya siswi dengan nilai tertinggi”
“Yaahh..” desah Sissy dengan nada kecewa. Ya mungkin dia kecewa.
“Tapi, kalau balon, kurasa bisa” sambung Maureen dengan tatapan yang berkilat
“Ayo, yang takut jangan dekat-dekat. Ready 1..2..3” Valencia memperingatkan
“STOP! CUKUP! HENTIKAN!” teriak Nadine
“Kenapa? Kau takut balon hah? Uhh, kan tadi sudah ku bilang untuk menjauh”
“Hahahaha, benarkah itu? Seorang Nadine takut balon? Bukankah dia itu cewe culas yang hampir ngga ada takutnya ya? Hahaha,” Ejek Cherry
“Oh, Tuhan kenapa aku harus tergabung dalam kelas yang berisi anak-anak aneh seperti kalian sih?”
Akibat ucapan Nadine, perang kelas dimulai..
Siapa lawannya? Tentu saja musuh ketatnya, Natasya. Ya karena sepertinya hanya Natasya yang punya jurus jitu untuk membuat Nadine menyerah. Yah, lihat saja!
“Apa kau fikir kami juga senang sekelas dengan gadis sepertimu, Ha? Kurasa tidak. Hei, nona Nadine Anastasya yang paling baik, paling pintar, dan yang paling sempurna. Ya mungkin menurutmu, kami ini aneh, tapi kau SALAH kami bukan aneh, tapi kami unik. Faham?”
“Ya.. ya terserah apa katamu Natasya, mau dibilang bagaimana pun, tetap saja kalian itu (Tasya Cs.) kekanak-kanakan. Bahkan kurasa anak TK pun akan lebih pintar dari kalian. Apa-apaan membuat metode belajar seperti ini, tidak efektif dan menganggu konsentrasi. Apa kalian sadar sekarang sudah ada di tingkat 2? Mungkin kalau bu Theodora disini, Ia akan menertawakan anak-anak tingkat 2, huh dasar. Memalukan!!”
“Ngatain kalau kami aneh, padahal faktanya kau yang aneh. Selalu menyanggah apa yang menjadi ke putusan kelas, mengacaukan pesta. Kau sadar itu? Dan satu lagi, kau bilang gitu karena sebenarnya kau iri kan?”
“Apa? Iri? Aku tak salah dengar? Apa gunanya iri dengan kalian? Ohh, jangan bercanda”
“Sudahlah jangan menyangkal. Kau itu tak tau bagaimana caranya bersenang-senang. Lihat dirimu! Apa kau fikir ada yang ingin berteman denganmu? Kau menyedihkan, Nadine!!”
“Hey, hey jaga ucapanmu!! Apa ini yang kau sebut bersenang-senang? MKKB! Tentu saja caraku bersenang-senang seperti anak remaja pada umumnya. Lebih dewasa bukan seperti anak kecil begini”
“Iya, Nadine Anastasya yang sok tua. Tak usah berulang kali diingatkan, kami tau kok kami seperti anak kecil, tapi walau begitu, kami kompak, kami solid. Apa gunanya bersikap dewasa tapi malah jadi penentang dan dimusuhi banyak orang? Apa gunanya bersikap dewasa, tapi tak memiliki teman lebih-lebih sahabat? Untuk apa sok-sok tua, tapi ujung-ujungnya sendiri? Engga ada gunanya kan?”
“S..siapa bilang aku tak punya, aku punya kok. Aku punya teman”
“Siapa? Coba sebutkan! Chris? Dia tak ada disini untuk membelamu, Manis. Lagipula aku juga tak yakin kalau dia mau membelamu”
Air muka Nadine berubah 180o yang tadinya terlihat sombong dan angkuh, sekarang terlihat jelas dia sedih dan tertekan. Suaranya juga sudah mulai parau. Nampaknya omongan Tasya itu benar-benar menusuk dan melukai hatinya.
Tapi salah siapa? Siapa yang memintanya menghina anak-anak tingkat 2, salah sendiri. Sekarang ia harus menerima akibatnya!!
Sementara, anak-anak tingkat 2 tak ada satupun yang buka suara, termasuk Audrey selaku ketua kelas. Tak ada usahanya mendamaikan mereka. Ya, kurasa mereka terlalu asyik mendengar perang mulut antara keduanya. Haha..
“Terserah kau! Aku sudah tak perduli! Aku tak ingin disini, bersama anak-anak aneh seperti kalian. Dasar, anak-anak aneh” teriaknya seraya melangkahkan kaki dan pergi.
“Kau yang aneh. Kau kira kami senang punya classmate sepertimu. Pergi sana yang jauh!!”
Nadine memalingkan wajahnya, sambil terus berlari. Sampai di tepi kolam berenang, ia menangis disana. Kurasa kata-kataku benar-benar menusuk dan bikin nyess. Tapi siapa yang perduli dengannya? Biarkan saja, sekali-sekali dia memang pantas menerima itu. Agar dia sadar.
“Dia fikir dia siapa? Apa hak nya mengguruiku? Heh, tak bisa bersenang-senang katanya? Tak punya teman katanya?”
Ia termenung, mungkin yang dikatakan Tasya itu ada benarnya. Ia berbeda, caranya bersenang-senang dan metodenya belajar juga berbeda. Ia lebih menyukai kehidupan dewasa. Yang ideal dan tak dipenuhi imajinasi. Ia melihat semuanya berdasarkan fakta.
Dan masalah teman. Baru disadari, ternyata benar. Ia tak memiliki teman. Kenapa? Karena sikapnya yang selalu menentang. Ia hanya tak suka. Ia hanya menyampaikan pendapatnya, tapi selalu tak diterima.
Nadine menundukkan kepalanya, melihat gadis yang berada dalam air. Gadis yang saat itu sedang sedih dan perih hatinya. Kembali, air mata itu memenuhi pelupuk matanya. Kristal cair mulai menetes.

“Chris..” ucapnya dengan suara lirih.

To be continued..