Chapter 6
Aroma pagi hari terasa begitu segar. Kuhirup nafas
dalam-dalam lalu kuhembuskan. Mengucap syukur atas pagi hari ini. Masih boleh
hidup dan bernafas, suatu anugrah yang luar biasa.
‘kring..kring’ sementara itu suara wekerku yang sudah
berdering. Kumatikan weker itu. Bukan untuk bangun, melainkan sebaliknya.
Sekarang masih jam 4.00 dan masih terlalu pagi untuk bangun. Jadi, kuputuskan
untuk berlayar lebih jauh dalam dunia mimpi.
‘Jen..Jenny bangun!!’ seruan mama melintas di telingaku.
Nyaring sekali suaranya. Membuat pelayaran itu berhenti.
‘Ah mama, padahal lagi mimpi indah, kok malah di bangunin’
‘Sambung besok ya mimpinya. Ini udah jam 6 kurang 5. Masih
mau tidur?’
‘Whatt!!’jeritku yang saat itu begitu tersentak. Lambat.
Lambat. Sangat terlambat. Aku beranjak dari tempat tidur dan bersiap.
‘Ok. Ma, Pa, Jenny pamit. Bye’
Mama dan Papa melambai ke arahku. Sementara aku meminta pak
supir untuk menambah kecepatan kami. Yups, pas-pas-an sampai sekolah. Oops,
rambut aku lupa di pita-in. Ahh, kacau-kacau.
‘Bruk..’ aku menabrak seseorang di depan gerbang dan orang
tersebut jatuh. Seseorang dengan seragam SMA, nampaknya dia senior. Dan aku
menabraknya.
‘Sorry!’ ucapku dengan suara lirih tanpa menoleh dan terus
berlari. Aku tau ini sudah terlambat, hanya berharap semoga kakak OSIS belum
masuk ke kelas. Ya dan ternyata memang belum, mereka baru keluar dari ruang
OSIS. Kupercepat langkahku. Aku menuju kelas Violetta dulu. Minta tolong dia
iketin nih pita-pita. Kakak pembimbingnya sudah datang dan menegur kami.
‘Ada apa kalian di sini?’
‘Bantu dia iket pita kak’
‘Bukannya harus dari rumah. Ini anak mana lagi?’
‘Anak sebelah kak. Ok, udah selesai. Makasih Vio. Bye kak’
lalu aku berlari lagi ke kelasku. Dan duduk manis di sana. Tak berapa lama
kakak OSIS datang. Dan mengabsen kami satu persatu.
‘Ok. Selesai, kumpulkan buku TTD dan catatan. Kami mau
periksa. 20 menit lagi, kalian harus ke aula’
Tiba-tiba ada satu kakak OSIS lagi yang masuk kelas kami.
Bajunya agak sedikit kotor. Aku mengelinya, sepertinya itu kakak yang aku
tabrak tadi.
‘Nah akhirnya datang juga kamu. Kok telat?’ tanya kak Farrah
pada lelaki itu.
‘Sial banget nah, tadi itu ada peserta nabrak aku, warna
betnya persis kayak di kelas ini’
‘Adik-adik, ini pembimbing kalian yang ketiga. Namanya kak
Steven, panggilan kak Even’
Steven. Steve itukah kau? Ya benar itu Steve. Orang yang
pertama kali mengajariku rasa saling memiliki. Orang yang pertama kali
mengajari apa itu pengorbanan. Orang yang pertama kali membuatku tau apa itu
rasa kangen. Orang yang pertama kali membuatku merasa berharga. Orang yang
pertama kali memicu degup jantungku setiap kali dia lewat. Dan orang yang
pertama kali membuatku mengenal apa itu cinta.
Dia juga orang yang meninggalkanku begitu saja 3 tahun lalu.
Dia berkata kita harus menyudahi semuanya. Dia pergi begitu saja. Dia
menjauhiku. Dia yang selalu aku rindukan. Dia yang selalu membuatku merasakan
rasa bersalah. Dialah penyebab rasa sakit ini. He’s my first love.
Mengapa? Mengapa saat aku telah mulai bahagia, kenapa saat
aku sudah siap membiarkan bayangannya pergi, kenapa saat aku sudah membuka
hatiku untuk orang lain, kenapa saat aku benar-benar tak ingin berfikir tentang
dia, kenapa saat aku ingin mengubur dalam-dalam masa laluku dan membuka
lembaran yang baru dia malah kembali? Dia benar-benar kembali? Dia menampakkan
dirinya lagi?
Mengapa? Mengapa dia hadir lagi, menorehkan sebuah rasa
sakit, membuatku kembali mengingat masa lalu itu. Membuka lagi kenangan lama,
Mengapa? Dan sekarang setelah 3 tahun berlalu, aku harus mendapati dia sebagai
seniorku, sebagai kakak pembimbingku. Kenapa? Tak bisakah hidupku berjalan
dengan lebih mudah? Tak bisakah seorang Jenny mendapatkan kebahagiaannya walau
hanya sebentar? Kenapaa?
‘Nah ven, yang mana satu yang nabrak kamu tuh?’
‘Hmm, nah yang itu nah’ Ia menuding kearahku. Kini kakak
OSIS itu menghampiriku
‘Oh, kamu nih yang nabrak kakak ya? Ga sopan banget. Udah
salah bukannya minta maaf, malah lari’ Ia memarahiku. Aku diam. Aku tertunduk.
Stop! Aku ga mau nangis lagi, aku ga mau keliatan sedih depan dia.
‘Ga punya mulut ya? Atau bisu? Kakak nih nanya. Jawab dek’
bentaknya lagi.
‘Kenapa aku harus minta maaf? Ini hanya masalah kecil kan?’
ucapku
‘Kecil katamu. Kau tak sopan. Kalau mau ngomong tuh, liat
orang yang di ajak bicara’
‘Ya kecil. ingat aku? Angelica Jenny. Teman SD-mu. Kau sadar
apa yang kau perbuat 3 tahun lalu? Kau sadar apa yang kau katakan saat itu?
Ohh, betapa ringannya kau berkata demikian? Memulai dan memutuskan seenakmu!
Setelah itu, kau benar-benar pergi, kau tak ingin bicara denganku lagi. telpon
ga di angkat, sms ga di balas. Apa kau pernah berfikir tentang perasaanku? Apa
kau pernah tau apa yang kurasakan? Apa kau pernah perduli? Tidak! Kau pergi
begitu saja, tanpa memberikanku suatu penjelasan. Kau juga tak merasa bersalah
kan? Tidakkah itu lebih besar dari masalah ini. Hah?’
‘Jenny. Kau Jenny?’ katanya yang seperti agak terkejut
bertemu denganku.
‘Iya, kenapa? Kau terkejut? Ini aku, Jenny. Seseorang yang
pernah hadir dalam hidupmu. Seseorang yang pernah kau sakiti. Kau ingat apa
yang kau katakan di taman sekolah. Ya, kau mengakui semuanya, kau bilang kau
sayang aku, kau naksir aku, tapi kau melepaskanku begitu saja, kau pergi tanpa
satu alasan yang jelas, kau tiba-tiba memutuskan untuk mengambil jalan hidup
sendiri-sendiri. Kau bilang kau sayang tapi kenapa Steve? kenapa kau begitu?
Kau tak tau kan dampak perbuatanmu? Kau ngga tau rasa kangen aku setelah 3
tahun berpisah darimu? Kau tak tau betapa aku terus menyesali semua nya. Aku
terus mencari-cari kesalahku. Kau tak tau kala aku menangis. Kau tak tau dan
tak akan pernah tau!’
‘T..tidak. Jenny, sebenarnya aku tak bermaksud begitu. Ya
aku tau aku salah. Waktu itu..’
‘Waktu itu, kau menemukan cewe yang lebih perfect dari aku.
cewe yang bisa bikin kamu nyaman. Cewe yang lebih perhatian ke kamu. Cewe yang
lebih segala-galanya. Dan kau memutuskan untuk sama dia dan pisah dengan aku?
ya kan? Ya, aku tau kau itu cowo populer yang bisa dapetin cewe tipe apapun
yang kau mau’
‘Bukan begitu, kamu itu udah perfect Jenny. Apa yang
kukatakan itu benar. Aku sayang kamu. Bahkan sampai sekarang. Bukan hanya kamu,
aku pun merindukan kehadiranmu, setiap saat. Ga ada yang lain, cuma kamu dari
dulu sampai sekarang. The one and only. Waktu dan tempat yang memisahkan kita.
Kita sudah beda sekolah. Aku harus fokus di sekolahku. Aku harus mengejar
prestasiku. Lagipula waktu itu kita masih kecil, bukankah belum pantas menjalin
suatu hubungan?’
‘Aku tak pernah minta itu. Aku ingin kita yang dulu, kamu
yang dulu. Steve yang perhatian, Steve yang selalu ada buat aku. aku tau aku
ini egois karena menginginkan semua itu. Kenapa sekarang saat aku ingin
melupakanmu, saat aku berfikir bahwa kau sudah bahagia di luar sana, kau malah
kembali lagi? kau malah datang lagi? lagi-lagi kau berada di dekatku? tak
bisakah kau membiarkan aku bahagia dan tak terus menerus membuatku menyesal dan
merasa bersalah?’
‘Maaf, jika karena aku kau jadi merasa begitu. Aku janji aku
akan menebus kesalahanku. Aku akan membuatmu merasakan rasa yang dulu, dan
membuatmu kembali lagi’
‘Woops, sepertinya kalian sudah membahas soal pribadi. Walau
aku tak tau apa hubungan kalian di masa lalu, tapi maaf mengganggu pembicaraan
kalian. Sekarang kalian harus ke Aula’
‘Aku akan membuatmu kembali padaku. Pegang ucapanku ’
‘Oh ya. Lihat saja. Haha,’
Tuhan, apalagi ini. Apa maksudnya ini? Kenapa dia kembali
lagi? kenapa aku harus di pertemukan kembali dengannya? Kenapa luka lama itu
harus terbuka lagi. aku tak mengerti. Sekarang, apa yang harus kulakukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar