Rabu, 24 Juli 2013

Chapter 08 - 4U, OSIS

Chapter 8

Malam ini menjadi malam yang kelam. Di rumah. Sendiri. Ortu, pergi. Huft. Binggung. Binggung banget. Aku ga tau harus gimana kedepannya. Mau curhat ke Violetta, takut ganggu. Ok, jadi sendiri, curhat ke Tuhan.
‘Dear God, kenapa sih cobaan hidup aku engga selesai-selesai. Di saat aku udah move, kenapa Kau kembalikan lagi dia dalam hidupku? Tidakkah cukup penyesalanku selama ini? Ataukah masih kurang. Dan sekarang, entah apa aku akan lanjut ke Kevin ataukah kembali ke Steve?’
Yah, jadi begini, saat orang yang kau sayang meninggalkanmu selama 3 tahun dan kemudian kembali lagi dan berkata dia akan membuatmu kembali padanya. Akankah 3 hari mampu membangkitkan perasaan yang dulu pernah hilang? Dan mengobati rasa sakit selama 3 tahun berikutnya? Cukupkah? Cukupkah?
Kenangan lama itu kembali terlintas, saat bahagia, bercanda, dan di moment saat kami hanya berdua, serta moment-moment perpisahan itu. Taman SD, tempat yang indah yang menjadi saksi saat perpisahan itu. Kini perhatian itu kembali, doaku terkabul, orang yang ku kangenin kembali lagi, dia benar-benar kembali dan dia tak berubah, sikapnya sama seperti dulu. Dia Steve yang dulu pernah ku kenal. Namun, apa hanya pengakuan dan perhatian singkat itu lantas aku langsung kembali padanya?
Pusing kalau harus terus memikirkan itu. Ya sudah, seraya dengan itu aku tidur, bersiap untuk besok hari ke 4 MOS.
‘Ok. Adik-adik, hari ini ada tes PBB yang kemarin sudah kalian pelajari. Bagaimana siap?’ tanya kak Farrah.
‘Siap kak!’ ucap kami serentak
‘Bagus. Gantilah kaosnya sekarang. Ada yang engga bawa?’
Tidak satupun yang angkat tangan. Ya berarti bawa semua. Kak Farrah mengangguk dan mempersilahkan kami keluar. Tes PBB. Gimana ini? Gara-gara cidera kemarin, aku jadi tidak mengikuti pelatihan itu, dan sekarang tes. Di tambah lagi, dulu aku selalu buruk di pelajaran olahraga, lalu bagaimana? Hanya berharap akan keajaiban yang muncul padaku.
Selesai ganti baju, kami masih di beri waktu istirahat 30 menit untuk melakukan pemanasan. Dan sekarang aku binggung apa yang harus ku lakukan sekarang. Hmm, tiba-tiba ada dua tangan yang menepuk bahuku dari belakang.
‘Hallo. Lagi galau nih sepertinya. Ada masalah ya? Ceritain nih sama kakak, pasti bisa bantu’ Guess who? Yups, Steve atau kak Steve.
‘Huh, perduli apa kakak sama aku?’
‘Jutek amat sih neng. Pagi-pagi udah cemberut, nanti cantiknya hilang loh. Hehe. Hm, kalau aku tebak, pasti soal PBB. Udah mau tes, tapi kamu belum bisa, bener kan? Iya pasti. Kan kemarin kamu ga ikut latihan’
‘Hmm. Ya gitu deh’
‘Okok. Masalah kecil itu. Sini, ikut aku, biar kuajarin’
‘Emang bisa?’
‘Yee, ngeremehin. Gini-gini mantan paskibra’
‘Terus kenapa berenti’
‘Males aja. Banyak kegiatan. Kan orang sibuk’
‘Dasar!’
Dia seriusan loh ngajarin aku, tadinya aku pikir cuma main-main doang. Dan terbukti jago. Dulu sih di SD dia itu pinter banget yang namanya main futsal sama basket. Ternyata, pinter baris-berbaris juga. Cukup membantu. Eh, sangat membantu.
‘Ayo, adik-adik. Masuk kelas, pengarahan sebelum tes’ panggil kak ketua OSIS
‘Nah, udah di panggil. Thanks ya Steve, maksudku kak’ ucapku seraya berlari kembali ke kelas.
Pengarahan dari kakak ketua paskib. Dan kami menuju lapangan. Tes dimulai. 2 jam lamanya. Menguji satu persatu dari kira-kira 350 siswa. Wow! Hari yang melelahkan. Matahari mulai terik lagi saat tes selesai. Dan kami kembali ke kelas. Ganti baju, istirahat 30 menit. Sementara itu, di sudut kelas, tempat meja guru, yang sekarang tempat berkumpul kakak OSIS. Mereka berunding. Tapi tak terdengar jelas rundingan mereka.
‘Even, kami harus sedikit berunding denganmu’ kata kak Rendy bersama kak Farrah di sampingnya.
‘Ven, sudah banyak OSIS yang lihat ketidakadilanmu.’ kak Farrah memulai pembicaraan
‘Ngga adil gimana maksudnya?’
‘Kau tau, Jenny. Angelica Jenny. Kau membuat perlakuan istimewa kan untuknya. Memperlakukan dia baik hanya karena dia teman masa kecil mu? Steven, ayolah kepala sekolah meminta kita untuk keras, kita di tugaskan menguji mental mereka, berlaku adil kepada seluruh siswa. Bukan malah sebaliknya, tolong, urusan pribadi dan sekolah di bedakan ya’ ucap kak Farrah seraya menatap tajam kearahku.
‘Kenapa ini? Apa yang mereka bicarakan mengenai ku dan Steve. soal kedekatan kami? Ah, aku tau ini akan menjadi persoalan baru’ gumamku sambil tertunduk.
Aku takut. Entah masalah apalagi yang akan kuhadapi setelah ini? Kenapa sih untuk mendapat hidup tenteram itu sulit. Haruskan tiap hari masalah yang silih berganti datang menghampiriku, terus dan terus tanpa henti?
Memang, mungkin memang keputusan yang salah untuk kembali padanya. Mungkin aku adalah pembawa masalah yang baru. Tentu, ya aku tau kami berbeda level. Dia OSIS sementara aku hanya peserta MOS. Dan tak seharusnya kami dekat. Mungkin, inilah saatnya bagiku untuk menjauh darinya.
Dan sekarang, apakah kak Steve akan mengikuti hasil perundingan atau masih akan perduli padaku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar