Chapter 8
Malam ini menjadi malam yang kelam. Di rumah. Sendiri. Ortu,
pergi. Huft. Binggung. Binggung banget. Aku ga tau harus gimana kedepannya. Mau
curhat ke Violetta, takut ganggu. Ok, jadi sendiri, curhat ke Tuhan.
‘Dear God, kenapa sih cobaan hidup aku engga
selesai-selesai. Di saat aku udah move, kenapa Kau kembalikan lagi dia dalam
hidupku? Tidakkah cukup penyesalanku selama ini? Ataukah masih kurang. Dan
sekarang, entah apa aku akan lanjut ke Kevin ataukah kembali ke Steve?’
Yah, jadi begini, saat orang yang kau sayang meninggalkanmu
selama 3 tahun dan kemudian kembali lagi dan berkata dia akan membuatmu kembali
padanya. Akankah 3 hari mampu membangkitkan perasaan yang dulu pernah hilang?
Dan mengobati rasa sakit selama 3 tahun berikutnya? Cukupkah? Cukupkah?
Kenangan lama itu kembali terlintas, saat bahagia, bercanda,
dan di moment saat kami hanya berdua, serta moment-moment perpisahan itu. Taman
SD, tempat yang indah yang menjadi saksi saat perpisahan itu. Kini perhatian
itu kembali, doaku terkabul, orang yang ku kangenin kembali lagi, dia
benar-benar kembali dan dia tak berubah, sikapnya sama seperti dulu. Dia Steve
yang dulu pernah ku kenal. Namun, apa hanya pengakuan dan perhatian singkat itu
lantas aku langsung kembali padanya?
Pusing kalau harus terus memikirkan itu. Ya sudah, seraya
dengan itu aku tidur, bersiap untuk besok hari ke 4 MOS.
‘Ok. Adik-adik, hari ini ada tes PBB yang kemarin sudah
kalian pelajari. Bagaimana siap?’ tanya kak Farrah.
‘Siap kak!’ ucap kami serentak
‘Bagus. Gantilah kaosnya sekarang. Ada yang engga bawa?’
Tidak satupun yang angkat tangan. Ya berarti bawa semua. Kak
Farrah mengangguk dan mempersilahkan kami keluar. Tes PBB. Gimana ini?
Gara-gara cidera kemarin, aku jadi tidak mengikuti pelatihan itu, dan sekarang
tes. Di tambah lagi, dulu aku selalu buruk di pelajaran olahraga, lalu
bagaimana? Hanya berharap akan keajaiban yang muncul padaku.
Selesai ganti baju, kami masih di beri waktu istirahat 30
menit untuk melakukan pemanasan. Dan sekarang aku binggung apa yang harus ku
lakukan sekarang. Hmm, tiba-tiba ada dua tangan yang menepuk bahuku dari
belakang.
‘Hallo. Lagi galau nih sepertinya. Ada masalah ya? Ceritain
nih sama kakak, pasti bisa bantu’ Guess who? Yups, Steve atau kak Steve.
‘Huh, perduli apa kakak sama aku?’
‘Jutek amat sih neng. Pagi-pagi udah cemberut, nanti
cantiknya hilang loh. Hehe. Hm, kalau aku tebak, pasti soal PBB. Udah mau tes,
tapi kamu belum bisa, bener kan? Iya pasti. Kan kemarin kamu ga ikut latihan’
‘Hmm. Ya gitu deh’
‘Okok. Masalah kecil itu. Sini, ikut aku, biar kuajarin’
‘Emang bisa?’
‘Yee, ngeremehin. Gini-gini mantan paskibra’
‘Terus kenapa berenti’
‘Males aja. Banyak kegiatan. Kan orang sibuk’
‘Dasar!’
Dia seriusan loh ngajarin aku, tadinya aku pikir cuma
main-main doang. Dan terbukti jago. Dulu sih di SD dia itu pinter banget yang
namanya main futsal sama basket. Ternyata, pinter baris-berbaris juga. Cukup
membantu. Eh, sangat membantu.
‘Ayo, adik-adik. Masuk kelas, pengarahan sebelum tes’
panggil kak ketua OSIS
‘Nah, udah di panggil. Thanks ya Steve, maksudku kak’ ucapku
seraya berlari kembali ke kelas.
Pengarahan dari kakak ketua paskib. Dan kami menuju
lapangan. Tes dimulai. 2 jam lamanya. Menguji satu persatu dari kira-kira 350
siswa. Wow! Hari yang melelahkan. Matahari mulai terik lagi saat tes selesai.
Dan kami kembali ke kelas. Ganti baju, istirahat 30 menit. Sementara itu, di
sudut kelas, tempat meja guru, yang sekarang tempat berkumpul kakak OSIS.
Mereka berunding. Tapi tak terdengar jelas rundingan mereka.
‘Even, kami harus sedikit berunding denganmu’ kata kak Rendy
bersama kak Farrah di sampingnya.
‘Ven, sudah banyak OSIS yang lihat ketidakadilanmu.’ kak
Farrah memulai pembicaraan
‘Ngga adil gimana maksudnya?’
‘Kau tau, Jenny. Angelica Jenny. Kau membuat perlakuan
istimewa kan untuknya. Memperlakukan dia baik hanya karena dia teman masa kecil
mu? Steven, ayolah kepala sekolah meminta kita untuk keras, kita di tugaskan
menguji mental mereka, berlaku adil kepada seluruh siswa. Bukan malah
sebaliknya, tolong, urusan pribadi dan sekolah di bedakan ya’ ucap kak Farrah
seraya menatap tajam kearahku.
‘Kenapa ini? Apa yang mereka bicarakan mengenai ku dan
Steve. soal kedekatan kami? Ah, aku tau ini akan menjadi persoalan baru’
gumamku sambil tertunduk.
Aku takut. Entah masalah apalagi yang akan kuhadapi setelah
ini? Kenapa sih untuk mendapat hidup tenteram itu sulit. Haruskan tiap hari
masalah yang silih berganti datang menghampiriku, terus dan terus tanpa henti?
Memang, mungkin memang keputusan yang salah untuk kembali
padanya. Mungkin aku adalah pembawa masalah yang baru. Tentu, ya aku tau kami
berbeda level. Dia OSIS sementara aku hanya peserta MOS. Dan tak seharusnya
kami dekat. Mungkin, inilah saatnya bagiku untuk menjauh darinya.
Dan sekarang, apakah kak Steve akan mengikuti hasil perundingan
atau masih akan perduli padaku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar