Chapter 1
‘Jenny, aku naksir kamu. Aku sayang sama kamu!’ ucapan itu melintasi telingaku bersama dengan dua tangan yang tiba-tiba memeluku.
Sebuah ungkapan yang
kutunggu dari awal kelas 6. Ungkapan dari seseorang yang kusukai. Saat itu
datang, aku hanya diam tanpa mampu berkata apapun. Terbenam dalam hangat
pelukannya. Hanya air mata yang mampu kuteteskan, bukan karena sedih. Melainkan
terharu.
‘Aku tau, aku salah. Aku membohongi diriku sendiri. Maaf’
sambungnya lagi.
‘Tak apa. Aku senang akhirnya kau tau’
‘Tapi, maaf aku rasa aku cuma PHP-in kamu. Kita hanya bisa
sampai sebatas ini. Aku ga mau kita lebih dekat lagi, sekarang terserah. kau
boleh benci aku. aku pantas untuk itu’
Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba bel sekolah berbunyi.
Namun bunyinya lebih seperti bunyi alarm kecil yang selalu membangunkanku tiap
pagi. Aku tersadar. Aku terbangun, dan langsung duduk. Memandang sekitar,
melihat lemari dan pajangan foto di salah satu sisi dinding. Dan aku tau itu
tadi hanya mimpi.
‘Halo Violetta. Bisakah kau kerumahku sekarang? Ada yang
ingin ku bicarakan. Aku mengalaminya lagi, mimpi itu. Oh, oke. Kutunggu’
Violetta Roseline begitu nama lengkapnya. Ia adalah sahabat
karibku bahkan dari SD. Dia yang paling mengerti aku, dan dia adalah teman
curhat yang asik, bisa di percaya dan selalu memberi solusi tepat. Sebentar
lagi dia akan datang.
‘Ah, Vio. Come in please. Duduk dulu. Mau minum apa?’
‘Tak usah repot-repot. Thanks. Jadi sekarang katakan apa
masalahmu?’
‘Ceritanya di kamarku aja ya. Engga enak disini’
‘Ok. No problem’
Aku menceritakan semua kepadanya. Tentang mimpi yang kualami
tadi pagi.
‘Untuk yang kesekian kalinya aku kembali mengalami mimpi
itu. Kenapa Ia tak mau pergi dari pikiranku. Apa menurutmu ini suatu pertanda?’
kataku memulai pembicaraan.
Ya, mimpi itu selalu hadir dan selalu hadir hampir di setiap
malam saat aku tertidur. Sebenarnya itu bukan mimpi. Melainkan kenyataan. He’s
my First Love.
Kejadian itu pernah kualami 3 tahun lalu, saat aku kelas 6
SD, tepatnya beberapa jam sebelum acara perpisahan. Di taman sekolah, tempat
yang menjadi saksi kebahagiaan ku dan sekaligus menjadi saksi dari deraian air
mataku. Hari itu, aku mengetahui semuanya. Aku tau dia merasakan rasa yang
sama. Aku tau bahwa cintaku berbalas. Hari dimana air mataku jatuh karena terharu.
Tapi, di hari itu juga, aku tau semua berakhir. Hari itu, aku tau kami
benar-benar harus berpisah. Kami pisah sekolah. Aku tak punya kesempatan lagi.
Saat itu ingin rasanya aku menahan waktu, namun tak bisa.
Bahkan sampai sekarang, kenangan itu masih membekas.
Kejadian waktu itu, hangat pelukannya, ucapannya, semua masih kuingat. Sangat
sulit melupakan semua itu, dan kurasa aku tak mampu melakukannya. Seperti yang
orang bilang, First Love itu akan selalu meninggalkan kesan yang tak mudah di
lupakan, dan itu benar.
‘Kau terlalu menutup dirimu, Jen. Di luar sana masih banyak
cowo lain kok. Bukan cuma dia. Kau hanya harus berani kembali membuka hatimu
untuk cinta yang lain. Move on’
‘Itu terdengar sulit’
Kalau di pikir, memang benar yang dikatakan Violetta. Selama
ini aku memang terlalu menutup diriku. Tak pernah kubiarkan satu cintapun
datang mendekatiku. Aku selalu menolak mereka. Aku menyangkal diriku. Dan ya,
sampai detik ini aku masih berharap. Mengharapakan cinta pertama itu kembali.
Kenangan dulu kembali.
Kenapa aku harus perduli terhadap orang yang tak perduli
lagi padaku? Kenapa aku harus berharap pada seseorang yang tak mengharapkan
kehadiranku? Kenapa aku harus merindukan orang yang sudah tak merindukanku?
Kenapa aku selalu memikirkan seseorang yang tak ingin lagi di pikirkan olehku?
Dan kenapa air mata ini selalu jatuh untuknya?
Saat itu, saat terakhir. Sehari sebelum perpisahan. Aku
sadar kalau setelahnya kami tak bisa bertemu lagi. namun, aku tak mampu berbuat
apapun, aku tak mampu berkata apapun. Aku hanya bermain-main, tertawa bahagia,
berlari kesana kemari. Namun itu hanya kebohongan. Kebohongan. Aku berbohong di
depannya. Aku menutupi perasaanku yang sakit dengan sebuah senyuman palsu.
Hanya satu tujuanku, aku tak ingin menjadi beban untuknya. Aku tak ingin dia
terkekang karenaku. Aku ingin dia bahagia. Dan jika kebahagiaannya itu disaat
aku harus pergi, maka aku akan pergi membiarkan dia memulai hidupnya yang baru.
Tanpa aku.
Aku masih memperhatikan dia dalam diam. mengamati dia yang
sedang duduk sendirian. Duduk termenung, dia hanya diam. Berbeda dengan
sikapnya yang biasa. Dia menundukkan kepala setiap aku menatapnya. Dia menjauh
setiap aku mendekatinya. Aku tak mengerti.
Saat itu, ingin sekali aku duduk disampingnya, menghibur
dia, bercanda seperti yang sering kami lakukan dulu, membuatnya bisa tersenyum
lagi. Namun, itu akan jadi hal yang salah kan? Karena kami hanya teman.
Lagipula aku tak berani melakukan itu.
‘Liat tuh, ada yang lagi galau, sendirian di panggung’ ucap
salah satu teman SD-ku.
Dia galau? Karena aku? Begitu pentingkah aku dalam hidupnya?
Lantas kenapa dia memintaku pergi? Dia bilang dia menyanyangiku, dia punya rasa
yang sama, namun kenapa dia meminta semuanya berakhir? Pertanyaan yang tak
pernah bisa kujelaskan sampai hari ini.
Malam itu, malam terakhir kami. Malam terakhir saat acara
perpisahan selesai. Saat kutau semua telah selesai. Aku berharap ini hanya
mimpi. Meskipun mimpi buruk, namun bukankah akan lebih baik dibandingkan
kenyataan? Ya, malam itu di jalan pulang, aku berharap ia datang. Memanggil
namaku dari belakang. Harapan itu masih tersisa. Sampai di jalan terakhir dekat
rumahku, ia tak ada. Hanya harapan kosong.
Entah kenapa? Sampai detik ini. Aku sangat-sangat
merindukannya. Aku tau ini salah. Aku tau aku tak boleh memikirkannya lagi,
namun semua ini mengalir begitu saja. Kejadian itu berlangsung 3 tahun yang
lalu, dan seolah aku belum mengikhlaskan dia pergi. Aku masih menginginkan saat
itu. Aku tau, aku egois.
‘Sampai kapan Jenny? Sampai kapan kau akan terus begini?
Lihat dirimu, Tidakkah kau kasian dengan dirimu sendiri? Kau harus terus
menerus tersiksa hanya karena cinta pertamamu?’
‘Aku tak tau kenapa? Hanya saja ia tak mau pergi. Ia selalu
membayang-bayangiku. Senyumannya, sentuhannya, semua masih bisa kurasakan. Apa
karena dia terlalu sempurna?’
‘Omong kosong. Jenny, tak ada satu orangpun manusia yang
sempurna. Semua punya kekurangan dan kelebihan. Ayolah, pernahkah kau berfikir
dia masih akan memperdulikanmu. Bahkan saat kau ada di sisinya pun? Kurasa tidak.’
Nobody perfect. Ya itu memang benar. Tapi tak berlaku untuk
dia. bagiku dia begitu sempurna, kebaikan, perhatiannya. Mungkin itu alasan
kenapa aku menyukainya dan sampai sekarang sulit melupakan dia.
‘Lalu menurutmu apa yang harusnya kulakukan? Kalau aku boleh
punya permintaan, aku berharap aku amnesia dan bisa ngelupain semua tentang
dia. atau akau bisa terlahir kembali sehingga aku tak jatuh cinta padanya. Atau
mungkin aku bisa kembali ke masa lalu untuk mengentikan perasaan ini atau
mengetahui, menyadari kesalahanku, memperbaikinya dan jadi apa yang dia
inginkan’
‘Namun itu mustahil kan. Hanya sebatas angan-anganmu dan tak
akan pernah menjadi kenyataan sampai kapanpun. Ayolah, kau harus bangkit. Aku
tak ingin melihat sahabatku selalu seperti ini, menyesali semuanya. Besok
waktunya. Besok hari pertama kita di SMA. Jenjang baru dan harus di hadapi
dengan semangat yang baru. Setuju’
Enak sekali jadi Violetta ya. Dia itu easy going. Bisa
menempatkan dirinya dimanapun dia berada. Tau bagaimana cara bertindak. Dia
bahkan lebih sering di kecewakan oleh cowo di banding aku. sedang aku, baru
sekali saja, sudah begini. Mungkin aku ini memang lemah dan penakut.
‘Ya. Kurahap aku bisa’
‘Kau itu bisa, yang kau butuhkan hanya kemauan. Kau cantik
Jenny. Pastinya banyak kok cowo yang bakal suka kamu’
‘Di cintai oleh laki-laki karena dia melihat fisik luarku?
Bukan itu yang kuinginkan! Cinta itu dari hati. Cinta itu harusnya tak melihat
kelebihan dan fisik. Tapi cinta sejati itu adalah, saat kau menemukan seseorang
yang mencintaimu dari kekuranganmu. Memandang semua kekurangan itu menjadi
sesuatu yang positif. Itu, itu yang kuinginkan’
‘Kalau begitu, tunggu apa lagi? Lakukan itu. Aku tau kau
bisa. Ok, good luck. Sampai bertemu saat MOS. Sekarang aku harus pulang. Untuk
pembicaraan lain, bisa kita lanjutkan di telpon kan?’
Aku tersenyum sambil menangguk. Tak terasa sudah begitu lama
aku menyita waktu Vio. Ya hari sudah siang dan ia harus pulang. Ok, now get
ready for tomorrow.
Besok MOS. Hari pertamaku di SMA. Sekolah baru, jenjang
baru, semua serba baru. dan harus disambut dengan semangat baru juga. Aku janji
aku bakal ninggalin semua kenangan SD dan SMP ku. Aku janji aku bakal berusaha
sekuat tenaga buat ngelupain dia. Aku janji aku akan berhenti bersikap seperti
ini. Aku berjanji aku akan menjadi aku yang baru. menjadi seorang Angelica
Jenny yang baru. Ok. Semangat!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar