NEW DESIGN OF STUDY ROOM PART 3
“Woahh,, how cool. Keren Tasya, sudah kuduga denganmu semua
pasti beres. Mati kutu dia, sampe kehabisan kata-kata gitu” seru Kaelyn.
“Gila lu, Sya. Pedes amat. Cewe mana yang ngga bakal nangis
kalo di kontan-in pake kata-kata nusuk kek begitu” timpal Felicia
“Gue, biasa aja kalo digituin. Hmm, lo belum tau gue, dulu sd
gue lebih kejem lagi dari ini. Ini mah baru adu mulut, kalo dulu itu sampe
berantem beneran. Lagian menurut gue,
Nadine pantas kok nerima itu, siapa yang suruh dia bersikap gitu?”
“Wah, wah hebat sekali.. *prok4x*” Matron tiba-tiba datang,
dengan Nadine yang sedang menangis di belakangnya.. Dan mereka mendengar
pembicaraan kami.
Ooouu.. guess what will happen? Yeah. You’re right. Tentu saja
bakal ada perang lagi..
“Jadi semuanya benar, jadi semua cerita Nadine itu benar?”
“Emang dia bilang apa aja sama ibu? Zzz.. dasar pengadu.
Pengecut loe, sedikit-sedikit ngadu. Bilangnya udah bukan anak kecil lagi,
bilangnya udah gede. Tapi kenyataannya?”
“Jaga ucapanmu Natasya. Kenapa sih kamu? Dulu saya fikir kau
sudah berubah, sikapmu sudah membaik. Ternyata saya salah. Perlukah saya
memberikanmu sanksi tegas agar kau jera? Lagian, justru saya berterimakasih
dengan Nadine yang sudah mau menceritakan perilaku burukmu”
“Ya..ya belain aja terus anak kesayangan loe, Matron. Dasar
cewe pengadu, menyebalkan, kenapa dia selalu menyeretku dalam masalah, dan
membuatku selalu berurusan dengan Matron” gumamku dalam hati
“Buruk bagaimana bu? Saya hanya bicara soal fakta, untuk
menyadarkan Nadine. Tentu dia tak bisa seenak-enaknya menjelek-jelekan kami.
Dia itu harus sedikit di sadarkan bahwa tindakannya itu salah. Apa itu salah
bu?”
“Tentu saja tidak...”
“Nahh..”
“Tidak salah jika caramu benar. Kau fikir dengan caramu
membentaknya dan berkata kasar, itu suatu tindakan yang benar dan dapat
memecahkan masalah?”
“Dalam ucapan saya, tak sekalipun saya bilang ‘kasar’ kok bu.
(-_-) Asal ibu tau ya, ngomong sama Nadine itu ribet. Harus pake nada tinggi dan sedikit sentakan
baru dia mau dengar!! Dia itu keras kepala”
“Kau tak punya hak mengatakan apa-apa soal Nadine, Tasya!! Itu
yang kau sebut cara yang benar? Jika kau mau, masih banyak kok cara yang lebih
baik untuk bicara padanya, kau hanya belum tau”
“Siapa yang perduli soal itu?! Dan bisakah ibu berhenti
membela dia. hanya karena ia menangis lalu ibu kasihan dengan dia. air mata
buaya itu mampu mengelabui ibu? Bukankah seorang Matron harusnya bisa bersikap
adil?”
“Jangan mengguruiku. Sudah menjadi tugasku membela siswi St.
Theresa yang tertindas. Sudah menjadi tugasku mengajari pembangkang seperti
dirimu untuk sedikit mempunyai sopan santun. Dan sudah menjadi tugasku
menyelesaikan masalah disini”
“Dan, ibu tak bisa melakukan semua itu. Ibu menyebut dirimu
seorang yang mampu menyelesaikan masalah, tapi kau hanya mendengar cerita dari
satu pihak dan langsung mengambil keputusan. Apa itu yang dinamakan ADIL? Asal
ibu tau ya, saya tak akan begini kalau tak ada yang memancing emosi saya.
Nadine. Dia yang mulai duluan, dia yang ngata-ngatain kami. Wajarkan kalau aku
membela diri dan anak-anak lainnya. Kami tak terima di hina olehnya”
“Benar begitu Nadine?”
Nadine mengangguk. Ia memang tak punya pembelaan karena dia
yang salah. Dengan suara yang masih parau, dia memberi penjelasan “Saya tak tahan
dengan sikap mereka yang Childish kami bukan lagi anak tingkat 1, kamu sudah
besar”
“Tapi kan, kita juga belum terlalu tua untuk bersenang-senang.
C’mmon kita masih remaja, kalau tak sekarang kapan lagi?”
Konflik segitiga. Matron-Nadine-Tasya
“Sudah..sudah. Stop..Stop. mau sampai kapan kalian seperti
ini? Mau sampai kapan kalian terus menerus bertengkar seperti anak kecil? Saya
sebenarnya sudah capek dengan masalah kalian. Dari tingkat 1 lalu ke tingkat 2,
kalian masih saja bermusuhan, menimbulkan masalah di asrama ini. Kalian bisa
saja menganggu program belajar mengajar, dan kalian juga bisa menjadi contoh
yang buruk bagi adik kelas kalian. Sebentar lagi sudah mau ujian, harusnya
kalian lebih fokus, bukan malah menimbulkan masalah begini. Kalian sadar itu?”
“Ya, semua ini karena Nadine, semua masalah ini disebabkan
oleh Nadine. Selalu saja dia menentang. Tak bisakah sekali-sekali dia
menyetujui pendapat kami? Atau minimal diam saja. Pasti semuanya akan mudah
bukan?”
“Apakah berpendapat itu salah, Natasya?”
“Ya kalau pendapatmu benar, tak apa. Sayangnya pendapat mu itu
tak bermutu. Jalan pikirmu 180o berbeda dari kami. Haruskah kami
selalu mengubah rencana yang sudah di setujui sekelas hanya karena tidak
disetujui satu orang seperti dia? mustahil kan?”
“Stop!! Begini saja, dari pada masalah ini berlarut dan
berkembang menjadi semakin besar, lebih baik ruang duduk ini dikembalikan
seperti semula saja”
Nadine langsung tersenyum. Senyum kemenangan. Dia merasa
menang dari kami. Huh, dasar licik. Licikk. Cewe culass.. Lihat saja Nadine.
Mungkin sekarang kau boleh menang, tapi nanti.. Heh,
“Yaaahhh..” keluh Maureen
“Kenapa Maureen? Bukankah ini cara terbaik untuk menyelesaikan
masalah? Saya sudah memberi kepercayaan pada kalian. Tapi seperti ini jadinya.
Dan Audrey, Cindy kalian bagaimana? Bukankah sudah menjadi tugas kalian
menertibkan teman-teman kalian?”
“Maaf atas kelalaian kami bu”
“Sudah-sudah lebih baik kalian mulai membereskan semuanyan
sekarang!! Dan sebaiknya cepat. Saya tak ingin waktu belajar kalian terbuang
percuma hanya karena mengurusi persoalan seperti ini” lalu Matron pergi
meninggalkan kami.
Anak-anak tingkat 2 hanya menghela nafas, mereka tak bisa
membantah permintaan Matron. Mereka mulai bekerja, semua jadi kacau. Rencana
mereka gagal total. Hanya karena seseorang bernama Nadine..
To be continued..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar